Kamis 20 Jan 2022 23:35 WIB

Prevalensi Perokok Pasif di Indonesia Sangat Tinggi Capai 78,4 Persen

Prevalensi merokok pasif di Indonesia mengalahkan sejumlah negara.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Meroko.k  (ilustrasi) Prevalensi merokok di Indonesia mengalahkan sejumlah negara
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Meroko.k (ilustrasi) Prevalensi merokok di Indonesia mengalahkan sejumlah negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTABadan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan data penelitian yang dilakukan Imperial College London bahwa prevalensi perokok pasif di Indonesia sangat tinggi yaitu 78,4 persen. Prevalensi perokok pasif di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain. 

Deputi Pelatihan Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal Martua Damanik, saat mengisi konferensi virtual BKKBN bertema Sosialisasi Pemahaman Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting, Kamis (20/1/2022), mengatakan data penelitian yang dilakukan Imperial College London di Inggris menunjukkan prevalensi perokok pasif Indonesia sangat tinggi yaitu sebesar 78,4 persen dibandingkan negara lain seperti China hanya 48,4 persen, Bangladesh 46,7 persen, dan Thailand yang hanya 46,8 persen.

Baca Juga

Dia menambahkan, data ini tentu cukup mengkhawatirkan, mengingat perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang rentan terhadap asap rokok.

Dia menjelaskan, paparan perokok pasif selama kehamilan dikaitkan dengan berbagai risiko kesehatan, kematian, kesakitan pada bayi, termasuk lahir mati, prematur, keguguran, dan berat badan lahir rendah. Kemudian bagi ibu hamil, menjadi perokok pasif berhubungan dengan kelahiran berkualitas rendah. 

"Antara lain berat badan bayi 71,6 gram lebih rendah, 16 persen lebih tinggi kemungkinan berat badan lahir rendah, dan 51 persen lebih tinggi kemungkinan ukuran lahir lebih kecil daripada rata-rata," katanya.

Tak hanya perokok pasif, ia juga menyoroti konsumsi rokok pada keluarga miskin masih sangat tinggi di Indonesia. Padahal, jika belanja rokok dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali maka kesempatan keluarga miskin untuk mengkonsumsi makanan bergizi lebih besar. 

"Hal ini, menjadi salah satu poin penting untuk mencegah stunting dan dari sini terlihat tarik menarik yang kuat antara konsumsi rokok, kejadian stunting, dan kemiskinan," ujarnya.

Karena itu, dia meminta kondisi stunting di Indonesia saat ini jadi satu kondisi yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak supaya dapat menurunkan angka prevalensi stunting.

Dia menyebutkan pemerintah telah membuat Peraturan Presiden (perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, yang menetapkan target prevalensi stunting yang harus dicapai 2024 yaitu sebesar 14 persen.

Untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting, dia melanjutkan, telah ditetapkan strategi nasional percepatan penurunan stunting yang meliputi menurunkan prevalensi stunting.

Strategi kedua meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, kemudian strategi ketiga menjamin pemenuhan asupan gizi, strategi keempat memperbaiki pola asuh, strategi kelima meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, terakhir strategi keenam meningkatkan akses air minum dan sanitasi. 

"Di dalam peraturan presiden tersebut, presiden telah memberikan mandat kepada BKKBN sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting dengan kelompok sasaran yang meliputi para remaja," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement