REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia Risky Kusuma Hartono mengemukakan hasil studi yang menunjukkan bahwa konsumsi rokok mempengaruhi pemenuhan gizi anggota keluarga penerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Konsumsi rokok pada rumah tangga penerima bantuan dalam Program Keluarga Harapan (PKH) rata-rata 3,5 batang per kapita per minggu dan pada rumah tangga penerima bantuan beras sejahtera sampai 4,5 batang per kapita per minggu.
Menurut hasil studi, Risky mengatakan, warga yang menerima bantuan PKH memiliki peluang 11 persen lebih tinggi dari warga yang tidak menerima bantuan untuk merokok dan perilaku tersebut mempengaruhi penggunaan uang untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Risky menjelaskan bahwa menurut hasil studi, jika dibandingkan dengan keluarga yang mendapat bantuan tetapi tidak merokok, konsumsi konsumsi kalori, protein, lemak, dan karbohidrat pada keluarga penerima bantuan yang merokok jauh lebih rendah.
"Pengendalian perilaku merokok pada keluarga penerima bantuan sosial harus diatur lebih tegas agar penggunaannya tidak digunakan untuk membeli rokok, sehingga konsumsi gizi keluarga lebih tercukupi," kata Risky pada "Sosialisasi Pemahaman Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting"yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis (20/1/2022).
"Kita memerlukan denormalisasi perilaku merokok pada keluarga," kata dia.
Dia menyarankan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku ketua tim percepatan penurunan stunting melakukan intervensi untuk mengatasi pengaruh perilaku merokok dalam keluarga, yang bisa menyebabkan kebutuhan gizi keluarga tidak tercukupi. Menurut dia, pemerintah sebaiknya juga memasukkan upaya pengendalian dampak penggunaan tembakau dalam strategi penurunan angka kasus stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan terganggu sehingga anak menjadi tengkes.