REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Saan Mustopa menanggapi pendapat yang menyebut bahwa naskah akademik RUU IKN tak melewati kajian ilmiah dari dalam negeri. Ia memastikan, pemerintah sudah melakukan kajian mendalam dalam menyusun RUU tersebut.
"Pemerintah kan sudah punya banyak referensi. Saya yakin lah pemerintah juga referensi-referensi dari dalam negeri secara filosofisnya, lalu argumentasinya, dan sebagainya," ujar Saan saat dihubungi, Jumat (21/1).
Ia menjelaskan, hingga saat ini sesunggunya Indonesia tak memiliki undang-undang yang mengatur ihwal ibu kota negara. Karenanya, banyak kajian dan studi banding negara-negara yang pernah memindahkan ibu kota negara. "Ketika kita mau pindah tentunya kita harus punya bandingan kan, negara mana yang pemindahan ibu kota sukses," ujar Saan.
Pemerintah, kata Saan, juga diyakininya sudah menampung aspirasi pakar, ahli, hingga kelompok masyarakat terkait penyusunan RUU IKN, termasuk dari sisi filosofi dari pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
"Jadi sekali lagi jangan juga, pasti pemerintah menggunakan kajian yang sangat mendalam secara akademis. Semua pasti dipikirkan," ujar Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR itu.
Persoalan kredibilitas naskah akademik itu banyak dibicarakan di Twitter. Ada yang mempertanyakan soal kajian sosiologis atau referensi yang dinilai terbatas.
Sebelumnya, anggota Pansus RUU IKN Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam menilai, pemerintah belum siap dengan skema pemindahan ibu kota negara. Pasalnya, pemerintah tidak memberikan gambaran meyakinkan bahwa ibu kota negara memang layak dipindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
"Ketika membahas rencananya seperti apa, master plannya seperti apa, itu tidak terjawab bahkan terkesan belum siap," ujar Ecky di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/1).
RUU IKN juga berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, pemerintah daerah khusus IKN akan setingkat kementerian dan selanjutnya akan disebut sebagai Otorita IKN."Naskah awal RUU ini berpotensi bertentangan dengan UUD 1945, bertentangan dengan konstitusi kita. Karena memang sejak awal, RUU ini ingin pemerintahan ibu kota ini otorita," ujar Ecky.