REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan juru bicara Presiden RI SBY, Andi Mallarangeng mengingatkan pemerintah dan pembuat kebijakan lainnya agar jangan sampai UU Ibu Kota Negara bernasib sama seperti UU Omnibus Law. UU itu digugat lalu kalah di tingkat Mahkamah Konstitusi karena tak konstitusional.
"Ini jangan sampai dibatalkan juga oleh MK, dimulai dari nol lagi, UU Omnibus Law bisa jadi pembelajaran, perlu dipikirkan masak-masak," ujar Andi yang juga ahli ilmu pemerintahan ini lewat akun saluran video berbagai Youtube miliknya yang diunggah pada Selalu (18/1/2022) lalu.
Andi dalam pernyataannya mempersoalkan bentuk 'otorita' sebagai pelaksana pemerintahan ibu kota baru. Menurut Andi, bentuk otorita tidak memiliki pegangan dalam Undang-Undang Dasar 1945, baik sebelum maupun sesudah perubahan.
Di dalam UUD 1945, ketentuan tentang pemerintah daerah di atur dalam BAB VI. Dalam Pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. "Jadi jelas daerah NKRI dibagi habis menjadi pemerintah daerah maupun, kabupaten, dan kota," jelasnya.
Kemudian di Pasal itu juga disebut bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Pun halnya pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang dipilih secara demokratis.
Andi lalu bertanya-tanya, bentuk otorita apakah yang dimaksud dalam UU IKN. Apakah seperti di Batam atau di Jatiluhur?
Ia mencontohkan otorita Batam yang bertujuan untuk mengelola daerah agar lebih bebas dalam investasi, perdagangan, dan sebagainya. Kemudian otorita Jatiluhur yang tujuannya sama tentang pengelolaan Jatiluhur. Namun tetap, otorita bukanlah pemerintah daerah. "Supaya jelas, karena itu beda dengan pemerintah daerah, otorita ditunjuk oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah dipilih oleh rakyat," ujarnya.
Otorita sebagai proses
Menurutnya, otorita dalam pembentukan ibu kota baru bisa saja dilakukan, namun konteksnya dalam proses pembentukan untuk menjalankan serta mengkoordinasikan pembangunan ibu kota baru. "Itu bisa."
Namun jika selesai dibangun, orang sudah pindah di sana, seperti pegawai-pegawai pemerintah pusat di kementerian, masyarakat sekitar, pengusaha, warga lain yang ingin tinggal ibu kot baru, maka mereka punyak hak untuk punya perwakilan dipilih. "Seusai ibu kota baru terbentuk pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945," paparnya.
Anggota Pansus RUU IKN Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam menilai, pemerintah belum siap dengan skema pemindahan ibu kota negara. Pasalnya, pemerintah tidak memberikan gambaran meyakinkan bahwa ibu kota negara memang layak dipindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
RUU IKN juga berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, pemerintah daerah khusus IKN akan setingkat kementerian dan selanjutnya akan disebut sebagai Otorita IKN. "Naskah awal RUU ini berpotensi bertentangan dengan UUD 1945, bertentangan dengan konstitusi kita. Karena memang sejak awal, RUU ini ingin pemerintahan ibu kota ini otorita," ujar Ecky.
Otoritas presiden
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Wandy Tuturoong mengatakan, penunjukan Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menyebut, Presiden akan mempertimbangan berbagai aspek dalam penunjukannya serta masukan dari publik.
“Presiden yang memiliki hak prerogatif untuk itu. Pertimbangan-pertimbangan Presiden bisa dari mana saja termasuk dari apa yang berkembang di ruang publik. Jadi itu kita kembalikan kepada Presiden,” ujar Wandy dalam keterangan resminya melalui sebuah video, dikutip pada Kamis (20/2).
Namun demikian, Wandy menyebut sosok paling ideal sebagai calon Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara adalah yang memiliki pengalaman dan pengetahuan terkait kepemimpinan membangun sebuah kota dengan berbagai kompleksitasnya.
“Yang paling ideal adalah yang memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang kepemimpinan membangun sebuah kota dengan segala kompleksitasnya itu akan jadi poin plus,” ucap dia.