REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Jago Tbk berhasil masuk ke dalam jajaran lima saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten bersandi saham ARTO ini merebut posisi yang sebelumnya ditempati oleh PT Astra International Tbk (ASII).
Berdasarkan data BEI, kapitalisasi pasar ARTO per 21 Januari 2022 tercatat sebesar Rp256 triliun dengan pangsa pasar mencapai 3,1 persen. Sementara ASII turun ke posisi keenam dengan kapitalisasi pasar Rp224 triliun atau menguasi 2,7 persen dari total pangsa pasar.
Pada posisi pertama, kapitalisasi pasar terbesar masih dipegang oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yakni mencapai Rp 949 triliun. Kemudian pada posisi kedua ditempati oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 620 triliun. Lalu diiukuti oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masing-masing Rp418 triliun dan Rp 331 triliun.
Bersama dengan saham-saham berkapitalisasi jumbo lainnya, saham ARTO kerap menjadi penggerak laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Peningkatan kapitalisasi ini mengindikasi saham ARTO banyak diburu oleh investor.
Pada perdagangan hari ini saja saham ARTO telah menguat signifikan sebesar 1,34 persen ke posisi Rp 18.900. Bahkan sejak awal tahun, kinerja saham ARTO mengalami pertumbuhan sebesar 16,6 persen.
Pertumbuhan saham ARTO ini sejalan dengan kinerja perseroan. Bank Jago membukukan laba bersih pada kuartal ketiga 2021 setelah enam tahun terakhir mencatatkan kerugian. Penyaluran kredit hingga akhir September 2021 melonjak 502 persen mencapai Rp3,73 triliun.
Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar, mengatakan akan menjaga momentum pertumbuhan dengan terus memperluas kolaborasi dan integrasi dengan ekosistem digital. Saat ini aplikasi Jago telah terintegrasi dengan aplikasi reksadana online Bibit.Id dan super app Gojek.
Menurut Kharim, integrasi ini memampukan konsumen untuk mengakses produk dan layanan jasa keuangan secara seamless, mudah, cepat dan aman. Fitur Kantong Jago yang terhubung dengan aplikasi Bibit dan Gojek juga membuat pengelolaan keuangan menjadi lebih disiplin, inovatif dan kolaboratif.
Selain berkolaborasi dengan Bibit dan Gojek, Jago juga bekerja sama dengan sejumlah fintech lending, multifinance dan institusi keuangan lain berbasis digital. Pola kerja sama pembiayaan ini memampukan Jago untuk ekspansif namun dengan pengelolaan risiko yang lebih terkendali. Hal ini tercermin pada rasio NPL yang berada di level 0,6 persen.
“Pencapaian ini mengonfirmasi bahwa bisnis model kami sudah tepat. Implementasi konsep kolaborasi dengan ekosistem digital dalam melayani nasabah terbukti membuat kami tumbuh anorganik, efektif dan cepat,” kata Kharim.