Sabtu 22 Jan 2022 10:45 WIB

SMRC Nyatakan Mayoritas Masyarakat tak Kehendaki Pemilu 2024 Ditunda

Menteri Bahlil menyebut, aspirasi pengusaha minta Pemilu 2024 diundur jadi 2027.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
SMRC menyatakan, mayoritas masyarakat menolak penundaan Pemilu 2024 (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
SMRC menyatakan, mayoritas masyarakat menolak penundaan Pemilu 2024 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei yang dirilis Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menyatakan, mayoritas masyarakat tidak ingin penyelenggaraan Pemilu 2024 ditunda. Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas mengemukakan hal tersebut saat menghadiri webinar Moya Institute bertajuk 'Pandemi dan Siklus Politik Indonesia Jelang 2024' di Jakarta pada Jumat (21/1/2022).

"Survei kami pada September 2021 menunjukkan 82,5 persen responden menghendaki pemilu tetap dilaksanakan pada 2024. Jadi, kebanyakan masyarakat memang tetap menginginkan hak politiknya terpenuhi di 2024 dengan tidak mengubah jadwal pemilu," kata Sirojudin Abbas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (22/1/2022).

Baca Juga

Hal yang disampaikan Sirojudin tersebut merupakan tanggapan atas pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang mewakili aspirasi beberapa pengusaha dengan meminta pelaksanaan Pemilu 2024 diundur ke 2027. Sirojudin memandang, belum ada konsensus di antara para penyelenggara negara, baik pemerintah maupun DPR, untuk mengundurkan jadwal pemilu hingga saat ini.

Begitu pula dengan masyarakat Indonesia, menurut dia, pengunduran jadwal pemilu bukanlah aspirasi di tingkat massa. "Para pendukung pengunduran jadwal pemilu menggunakan preseden sejarah atau hal yang telah terjadi di masa lalu. Saat itu, perubahan jadwal pemilu dimajukan, Pemilu 2002 ke 1999. Namun, yang harus diingat, konteks politik dan sosial kala itu sangat berbeda dengan sekarang," ujar Sirojudin.

Akademisi Prof Komaruddin Hidayat menyatakan, proses pendewasaan demokrasi telah terjadi saat ini. Masyarakat, sambung dia, mulai kritis terhadap pemerintah dan partai politik, termasuk dalam hal sirkulasi kepemimpinan nasional.  "Masyarakat mulai mampu memilah-milah, mana pemimpin atau partai politik yang mengecewakan mereka," ujar Komaruddin.

Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengingatkan berbagai pihak untuk tidak bermain 'api' dengan mengusulkan atau mengupayakan berbagai hal yang sejatinya di luar hukum dan konstitusi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement