Sabtu 22 Jan 2022 13:05 WIB

AS Menolak Usulan yang Jadikan WHO Lembaga Lebih Independen

AS menentang reformasi WHO salah satunya karena khawatir soal ancaman dari China

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus bereaksi selama pembukaan Akademi Organisasi Kesehatan Dunia di Lyon, Prancis tengah, Senin, 27 September 2021. AS menentang reformasi WHO salah satunya karena khawatir soal ancaman dari China. Ilustrasi.
Foto: AP/Denis Balibouse/Reuters Pool
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus bereaksi selama pembukaan Akademi Organisasi Kesehatan Dunia di Lyon, Prancis tengah, Senin, 27 September 2021. AS menentang reformasi WHO salah satunya karena khawatir soal ancaman dari China. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Donor utama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Amerika Serikat (AS), menolak proposal untuk menjadikan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu lebih independen. Laporan ini dikemukakan oleh empat pejabat yang terlibat dalam pembicaraan itu.

Menurut dokumen WHO yang diterbitkan daring dan tertanggal 4 Januari, proposal yang dibuat oleh kelompok kerja WHO untuk pembiayaan berkelanjutan akan meningkatkan kontribusi tahunan setiap negara anggota. Rencana tersebut merupakan bagian dari proses reformasi yang lebih luas yang dipicu oleh pandemi Covid-19.

Baca Juga

Namun menurut pejabat AS, pemerintah AS menentang reformasi karena khawatir tentang kemampuan WHO untuk menghadapi ancaman di masa depan, termasuk dari China. Washington lebih memilih mendorong terciptanya dana terpisah yang dikendalikan langsung oleh donor dan ini akan membiayai pencegahan dan pengendalian keadaan darurat kesehatan saja.

Sebanyak empat pejabat Eropa yang terlibat dalam pembicaraan itu membenarkan keputusan pemerintahan AS. Proposal yang diterbitkan ini menyerukan kontribusi wajib negara-negara anggota untuk meningkat secara bertahap mulai 2024. Kenaikan akan mencapai setengah dari anggaran inti badan tersebut senilai 2 miliar dolar AS pada 2028, dibandingkan dengan kurang dari 20 persen sekarang.

Anggaran inti WHO ditujukan untuk memerangi pandemi dan memperkuat sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Rencana itu juga mengumpulkan tambahan 1 miliar dolar AS atau lebih per tahun untuk mengatasi tantangan global tertentu seperti penyakit tropis dan influenza.

Pendukung mengatakan bahwa ketergantungan saat ini pada pendanaan sukarela dari negara-negara anggota dan dari badan amal seperti Bill and Melinda Gates Foundation memaksa WHO untuk fokus pada prioritas yang ditetapkan oleh penyandang dana. Kondisi ini pun membuat badan tersebut kurang dapat mengkritik anggota ketika ada yang salah.

Panel independen tentang pandemi yang ditunjuk untuk memberi nasihat tentang reformasi WHO telah menyerukan peningkatan yang jauh lebih besar dalam biaya wajib, hingga 75 persen dari anggaran inti. Mereka menilai sistem saat ini risiko besar bagi integritas dan independensi WHO.

Donor utama WHO saat ini adalah Uni Eropa, termasuk Jerman, mendukung rencana tersebut. Dukungan ini juga disampaikan oleh sebagian besar negara Afrika, Asia Selatan, Amerika Selatan, dan Arab. Donor Eropa khususnya mendukung pemberdayaan, daripada melemahkan, organisasi multilateral termasuk WHO. Seorang pejabat Eropa mengatakan rencana AS menyebabkan skeptisisme di antara banyak negara dan pembentukan struktur baru yang dikendalikan oleh donor, bukan oleh WHO, akan melemahkan kemampuan badan tersebut untuk memerangi pandemi di masa depan.

Menurut keterangan tiga pejabat AS, usulan itu akan dibahas pada pertemuan dewan eksekutif WHO pekan depan tetapi perpecahan berarti tidak ada kesepakatan yang diharapkan. WHO mengonfirmasi saat ini tidak ada konsensus di antara negara-negara anggota dan mengatakan pembicaraan kemungkinan akan berlanjut hingga pertemuan tahunan Majelis Kesehatan Dunia pada Mei.

Salah satu pejabat Eropa mengatakan negara-negara besar lainnya, termasuk Jepang dan Brasil, juga ragu dengan proposal WHO yang dipublikasikan. Dua pejabat Eropa mengatakan China belum memperjelas posisinya. Sementara pejabat ketiga menyebut China di antara para pengkritik proposal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement