Sabtu 22 Jan 2022 15:53 WIB

Jerman Belum Pertimbangkan Kirim Senjata ke Ukraina

Pernyataan Jerman disampaikan setelah Inggris mengirim senjata anti-tank ke Kiev.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ilham Tirta
Marinir Ukraina berjalan di garis pemisah dari pemberontak pro-Rusia, wilayah Donetsk, Ukraina, Jumat, 7 Januari 2022.
Foto: AP/Andriy Dubchak
Marinir Ukraina berjalan di garis pemisah dari pemberontak pro-Rusia, wilayah Donetsk, Ukraina, Jumat, 7 Januari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Pertahanan Jerman, Christine Lambrecht mengatakan, sampai saat ini Berlin tidak berencana mengirimkan senjata ke Ukraina selama ketegangan dengan Rusia berlangsung. Pernyataan ini disampaikan beberapa hari setelah Inggris mengirim senjata anti-tank ke Kiev.

Sekelompok Senator Amerika Serikat (AS) juga menjanjikan senjata pada Ukraina seperti rudal, senjata kecil dan kapal untuk membantu negara itu membela diri dari potensi invasi Rusia. Saat itu, Moskow menumpuk pasukan dan peralatan militernya di sepanjang perbatasan antar dua negara.

Baca Juga

Namun Kanselir Jerman Olaf Scholz menekankan, Berlin tidak akan memasok senjata mematikan ke zona konflik. "Saya memahami harapan Ukraina untuk dibantu, dan itu apa yang sedang kami lakukan," kata Lambrecht pada media Jerman Welt am Sonntag, Sabtu (22/1/2022).

"Pada Februari Ukraina akan menerima rumah sakit lapangan lengkap bersama dengan kebutuhan latihan, semuanya akan didanai Jerman sebesar 5,3 juta euro," katanya.

Lambrecht mencatat, selama bertahun-tahun Jerman sudah merawat dan mengobati tentara Ukraina yang terluka parah. Tapi ia menegaskan untuk saat ini Berlin tidak siap memasok Kiev dengan senjata.

"Kami akan melakukan segalanya untuk menurunkan ketegangan, saat ini pengiriman senjata tidak akan membantu hal ini, terdapat kesepakatan itu di pemerintah Jerman," kata Lambrecht.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock mengatakan, negaranya tidak akan mengkritik negara lain yang siap memasok senjata ke Ukraina. "Tapi saya pikir tidak realistis pengiriman itu mempengaruhi keseimbangan militer," kata Baerbock surat kabar Süddeutsche Zeitung.

"Senjata yang paling kuat adalah sekutu-sekutu NATO, negara anggota Uni Eropa dan G7 dengan jelas (pada Rusia) setiap agresi baru akan dijawab dengan konsekuensi masif," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement