REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sudan dan AS pada pekan lalu menyepakati empat poin untuk menyelesaikan krisis politik di negara Afrika Utara itu.
Perkembangan itu terjadi setelah Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Afrika Molly Phee dan David Satterfield, utusan khusus AS untuk Tanduk Afrika, bertemu dengan kepala Dewan Berdaulat, Abdel Fattah al-Burhan.
Dalam pernyataannya, Dewan Berdaulat mengatakan empat poin tersebut antara lain dimulainya dialog inklusif antara semua partai politik Sudan untuk mencapai konsensus nasional, pembentukan pemerintahan yang dipimpin sipil, amandemen konstitusi transisi dan pelaksanaan pemilihan umum yang bebas dan adil.
Kedutaan Besar AS di Khartoum mengatakan kedua diplomat itu memperingatkan bahwa Washington akan memberlakukan hukuman bagi mereka yang menghalangi realisasi poin yang disepakati.
"Asisten Menlu AS dan utusan khusus menyampaikan bahwa Amerika Serikat akan mempertimbangkan langkah-langkah untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kegagalan Sudan untuk bergerak maju,” bunyi pernyataan kedutaan AS.
Mereka juga menggarisbawahi bahwa AS tidak akan melanjutkan bantuan yang dihentikan sementara kepada pemerintah Sudan “jika tidak mengakhiri kekerasan dan memulihkan pemerintah sipil yang mencerminkan kehendak rakyat Sudan.”
Baca: Pantau Stok Minyak Goreng, Wali Kota Surabaya: Saya Bingung Ada yang Kehabisan
Baca: Daerah Diminta Perketat Prokes, Wapres: Kita tidak Ingin Covid-19 Seperti di Luar Negeri
Delegasi tingkat tinggi AS telah terlibat dalam konsultasi luas dengan para petinggi Sudan sejak Rabu di tengah ketegangan protes lanjutan di ibu kota Khartoum dan negara bagian lainnya. Kelompok aktivis dokter mengatakan setidaknya 72 pengunjuk rasa telah tewas di Sudan sejak kudeta militer Oktober lalu.
Baca: Penyu Bali Terganggu Klub di Pantai, Suara Bising Jadi Enggan Bertelur