REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku memiliki bukti yang cukup guna menetapkan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaini Hidayat (IIH) sebagai tersangka. Hal tersebut disampaikan KPK menanggapi tersangka Itong yang mengaku tidak pernah melakukan korupsi.
"Bagi kami mau berekspresi seperti apa, mau berteriak seperti apa juga KPK meniliki kecukupan bukti untuk menetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango di Jakarta, Ahad (23/1/2022).
Tersangka Itong, melakukan interupsi saat ditetapkan sebagai tersangka penanganan perkara di PN Surabaya pada Jumat (21/1/2022) lalu. Dia merasa tidak pernah melakukan perbuatan pelanggaran pidana yang berkaitan dengan perkara yang menjeratnya itu.
Dia juga mengaku tidak mengenal dua tersangka lainnya yang ditetapkan KPK setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim satuan tugas lembaga antirasuah. Tersangka Itong bahkan tidak pernah bertemu dengan dua tersangka yang diamankan dalam operasi senyap tersebut.
Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Panitera Pengganti, Hamdan (HD) dan pengacara serta kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK) sebagai tersangka. Tim satuan tugas KPK juga mengamankan dalam Rp 140 juta dalam operasi senyap tersebut.
"Saya tidak pernah ketemu sebelumya dan hubungan apapun dan pernah memerintahkan apapun pada Hamdan. Tapi ketika Hamdan sama itu (Hendro) melakukan transaksi, dikaitkan dengan saya sebagai hakimnya, itu saya nggak terima," kata Itong.
Menurutnya, KPK tidak memiliki bukti kuat untuk menjeratnya sebagai tersangka. Dia menyebut para penyidik lembaga antikorupsi itu mengada-ada terkait nominal uang suap yang diberikan Hendro kepada Hamdan agar perkara dapat diputus sesuai kehendak.
"Tadi cerita-cerita itu seperti dongeng, saya jadi baru tahu tadi ada uang 1,3 (miliar). Nggak pernah saya, tapi ya sudah lah," katanya.
Dia mengaku siap melakukan pembuktian terbalik dari sangkaan KPK. Meskipun, diakuinya hal tersebut sulit karena dia disebut-sebut sebagai pihak yang memerintahkan tersangka Hamdan untuk menerima uang dari tersangka Hendro.
Itong mengatakan, penyidik KPK bahkan tidak menunjukan bukti apapun saat menetapkan dirinya sebagai terduga kasus penanganan perkara di PN Surabaya. Menurutnya, penetapan dirinya sebagai tersangka semata-mata berdasarkan keterangan Hamdan yang mengatakan dirinya menerima suap Rp 40 juta.
"Tidak ada, jadi semata-mata hanya keterangan dari Hamdan bahwa saya katanya menerima uang 40 juta tadi. Padahal saya nggak pernah, mana? jadi saksinya hanya Hamdan saja, saya nggak pernah melakukan," katanya.
Tim satuan tugas KPK mengamankan dalam Rp 140 juta dalam operasi senyap tersebut. KPK mengatakan kalau uang tersebut merupakan tanda jadi awal agar Itong memenuhi keinginan Hendro terkait permohonan PT Soyu Giri Primedika.
Dana suap tersebut diberikan agar pengadilan mengeluarkan putusan untuk membubarkan PT Soyu Giri Primedika dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp 50 miliar. Hakim Itong kemudian bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Tersangka Hendro kemudian menyiapkan Rp 1,3 miliar untuk mengurus perkara tersebut hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Hendro selanjutnya, menemui Hamdan selaku panitera pengganti untuk meminta Hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan tersangka.