Ahad 23 Jan 2022 20:26 WIB

Guru Besar FK UI: Kasus Kematian Omicron, Ekstra Waspada tapi Jangan Panik

Kasus kematian akibar Omicron menunjukkan tak semua infeksi Omicron ringan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan dengan adanya kasus dua pasien yang meninggal karena Omicron menunjukan bahwa tidak semua infeksi Omicron adalah “ringan”. Masyarakat, lanjut Tjandra, harus tetap ekstra waspada, tanpa perlu panik.

Menurutnya, ada tujuh hal yang harus ditingkatkan upayanya dalam menghadapi Omicron.

Baca Juga

"Tujuh hal ini jelas harus effort lebih daripada yang dilakukan minggu-minggu yg lalu. Pertama, protokol kesehatan(3M, 5M) jauh lebih ketat kita laksanakan, berubah dari New Normal menjadi Now Normal," kata Tjandra dalam keterangannya, Ahad (23/1/2022).

Kedua, kemungkinan bekerja dari rumah pun menjadi lebih luas, termasuk evaluasi kebijakan PTM 100 persen. Masyarakat, juga tidak bolah lengah dalam penerapan aplikasi PeduliLindungi.

"Harus jauh lebih ketat lagi dan termasuk mendeteksi kalau-kalau ada yang Covid-nya positif sesudah beberapa hari," tegasnya.

Keempat, peningkatan tes untuk mendeteksi yang OTG yang Omicron, dan telusur "ke depan” kepada siapa menulari dan telusur “ke belakang” dari siapa tertular secara massif. Selanjutnya adalah upaya super maksimal meningkatkan vaksinasi dan booster, apalagi di daerah yang tinggi penularan Omicronnya dan juga pada lansia dan komorbid.

"Keenam, karena sekarang RS masih relatif kosong, maka kasus Omicron ringan tapi dengan komorbid dan lansia baiknya dirawat dulu, kecuali kalau nanti RS memang akan jadi penuh," sarannya.

Terakhir, penanganan terhadap para pelaku perjalanan luar negeri harus lebih ketat lagi. Sejalan dengan itu maka kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan jelas harus ditingkatkan. "Harus ada upaya maksimal untuk mengobati pasien Omicron, menangani pasien gawat dan memperkecil kemungkinan kematian," tuturnya.

Tjandra menambahkan, alangkah baiknya bila evaluasi kebijakan dilakukan berdasar perubahan data yang ada. Artinya, tidak hanya harus sepekan sekali atau sesuai jangka waktu tertentu, tetapi dapat juga sesuai dinamika perubahan data yang terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement