Senin 24 Jan 2022 08:21 WIB

Pramono Anung Ungkap Kemarahan Megawati Saat SBY Diinterupsi

Pramono Anung menegaskan bahwa Megawati merupakan sosok yang taat konstitusi.

Red: Teguh Firmansyah
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri
Foto: BPIP
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan sekretaris jenderal (sekjen) PDI Perjuangan Pramono Anung menegaskan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri merupakan sosok yang taat, patuh, dan tunduk terhadap konstitusi Republik Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam webinar HUT Ke-75 Megawati bertajuk "Sikap Hidup Merawat Pertiwi: Panjang Umur Ibu Megawati" yang disiarkan melalui akun Youtube PDIP, berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Ahad (23/1/2022).

"Di luar kekuasaan atau di dalam kekuasaan, Bu Mega itu selalu mengajarkan taat terhadap konstitusi," kata Pramono

Baca Juga

Menteri Sekretaris Kabinet itu mencontohkan, sekitar 2005 atau 2006, anggota DPR RI Fraksi PDIP menginterupsi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyampaikan pidato nota keuangan di Sidang Paripurna 17 Agustus. Mengetahui itu, kata Pram, Ketua Umum Megawati sangat marah.

"Waktu itu saya masih sekjen. 'Siapa pun yang melakukan interupsi kepada presiden, saya akan pecat pada saat itu juga'," kata Pram mengulang pesan Ketua Umum Megawati.

"Kenapa itu dilakukan? Karena beliau menjaga muruah konstitusi. Jadi, kita boleh berbeda pendapat, kita boleh berseberangan, tetapi kita harus taat, patuh, tunduk pada konstitusi. Itu menjadi hal yang diajarkan Bu Mega," ujar Pram.

Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sosok Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Hasto mengatakan bahwa putri Proklamator RI Bung Karno tersebut memiliki prinsip yang kuat. "Ibu Mega menegaskan solid itulah yang menjadi kekuatan partai yang terus menyatu dengan rakyat. Karena itulah, Bu Mega mengajarkan kita hal-hal terkait prinsip yang fundamental tentang bangsa, negara, dan partai," kata Hasto.

Bukan hanya itu, politikus asal Yogyakarta itu juga mengutip kesan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang mengenal Ketum Megawati sebagai sosok visioner, detail, dan kokoh pada prinsipnya. Ia merupakan sosok yang membangun organisasi, dan memiliki kesabaran revolusioner.

"Nah, karena itulah, kita kembangkan PDIP sebagai organisasi pembelajar, dengan demikian seluruh sari pati dari pengalaman Mas Pram sebagai sekjen, Mas Tjahjo sebagai sekjen, kemudian ketika saya ditugaskan, itu semua ada suatu perpaduan yang saling melengkapi dan kemudian kita terapkan dalam organisasi itu," ujarnya.

Terakhir, mantan sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengingatkan bahwa perjalanan politik Ketua Umum Megawati bukan melangkah dalam bentangan karpet merah, bahkan sampai sekarang. Menurut menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi itu, prinsip hidup ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi tersebut begitu kokoh.

"Ibu selalu menyampaikan kepada saya dan seluruh kader, jadilah banteng sejati di dalam membela keberagamaan dan kebinekaan, jadilah garda terdepan menjadi tameng yang kokoh untuk mempertahankan NKRI. Oleh karena itu, selama NKRI ini ada, PDI Perjuangan sebagai penerus Partai Nasional Indonesia yang didirikan Bung Karno harus tetap ada," kata dia.

Baca juga : Kala Andika Promosikan Lima Jenderal 'Pendamping' Jokowi Secara Bersamaan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement