REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Puluhan Muslim Uighur yang tinggal di Turki menggelar unjuk rasa di Istanbul, Ahad (23/1/2022). Mereka menyerukan pemboikotan Olimpiade Musim Dingin Beijing yang dijadwalkan digelar bulan depan.
Para pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung Komite Olimpiade Turki. Beberapa di antara mereka memegang spanduk bertuliskan “Hentikan Genosida Olimpiade. “China, hentikan genosida; China, tutup kamp,” teriak para peserta aksi, dilaporkan laman Aljazirah.
Salah satu demonstran, Munuvver Ozuygur, mengatakan, China tak layak menjadi tuan rumah Olimpiade. “Cina tidak memiliki hak menjadi tuan rumah Olimpiade sambil melakukan semua penyiksaan, kekejaman, dan genosida terhadap warga Uighur,” ujarnya.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Australia, Jepang, dan Denmark telah mengumumkan tidak akan mengutus delegasi diplomatik ke perhelatan Olimpiade Musim Dingin Beijing. Dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Cina menjadi landasan mereka mengambil keputusan itu. Namun negara-negara terkait tetap mengizinkan para atletnya untuk berpartisipasi dalam ajang olahraga tersebut.
Awal bulan ini, sebanyak 19 Muslim Uighur yang tinggal di Turki mengajukan tuntutan pidana terhadap pejabat-pejabat China. Mereka dituding melakukan genosida, penyiksaan, pemerkosaan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Terdapat 112 orang yang dibidik dalam tuntutan tersebut. Mereka termasuk anggota Partai Komunis China (PKC), direktur dan petugas di kamp kerja paksa, serta orang-orang yang diduga memperkosa Muslim Uighur yang ditahan.
Medine Nazimi adalah satu dari 19 Muslim Uighur di Turki yang membuat tuntutan pidana tersebut. Dia mengungkapkan, pada 2017 saudara perempuannya dibawa ke kamp konsentrasi. Sejak saat itu, dia tak pernah melihatnya lagi.
Pengacara dari 19 Muslim Uighur, yakni Gulden Sonmez, mengatakan, pengaduan itu diajukan karena badan-badan internasional tidak bertindak melawan Cina. Padahal beberapa laporan sudah mengindikasikan kuat bahwa Beijing memfasilitasi kerja paksa dengan menahan sekitar 1 juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di kamp-kamp sejak 2016.
China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari 1 juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana.
Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.
Baca: Pendakian Sindoro Jalur Kledung Masih Ditutup untuk Konservasi
Baca: Anak akan Jalani Vaksinasi Covid-19, Perhatikan Hal Ini
Baca: Harga Minyak Goreng di Bandung Masih Tinggi