REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia baru saja meresmikan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Muara Enim, Sumatra Selatan, Senin (24/1/2022). Proyek itu merupakan kerja sama investasi dengan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Air Products and Chemicals Inc.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, rencana mendatangkan investasi tersebut sudah ada sejak 2020. "Waktu itu Pak Erick (Menteri BUMN) yang melakukan inisiasi dengan PT Pertamina ke Amerika Serikat (AS). Kemudian, dilanjutkan pembahasan teknis dengan Menteri ESDM Pak Arifin, tapi ini belum bergerak," ujar Bahlil dalam Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batubara Menjadi DME yang disiarkan secara virtual, Senin (24/1/2022).
Kemudian, lanjutnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Bahlil ketika dilantik menjadi Menteri Invetasi, tugas pertamanya yakni menyelesaikan hilirisasi. Tujuh bulan setelah dilantik menjadi menteri, Bahlil akhirnya menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) perjanjian investasi dengan perusahaan bidang gas dan kimia tersebut di Dubai, Uni Emirat Arab, pada November 2021. Penandatanganan disaksikan langsung oleh Presiden Jokowi.
Realisasi dari penanaman modal tersebut ditargetkan selesai dalam waktu 30 bulan. Pada tahap awal, investasi dari Air Products and Chemicals ke Indonesia sebesar Rp 33 triliun. "Bapak Presiden, kami sampaikan bahwa realisasi investasi Rp 33 triliun waktunya seharusnya 36 bulan, tapi kami rapat dengan dengan Air Products minta 30 bulan," tuturnya.
Ia menambahkan, investasi tersebut bakal membuka banyak lapangan pekerjaan. Bahlil menyebutkan sekitar 12 ribu sampai 13 ribu lapangan pekerjaan dari sisi kontruksi akan terserap. Investasi ini juga akan menciptakan lapangan pekerjaan pada sisi hilir hingga 12 ribu lapangan pekerjaan yang disiapkan oleh PT Pertamina.
"Ditambah lagi setelah existing, nanti lapangan pekerjaan tetap itu 3.000 secara langsung. Kalau multiplier effect-nya itu bisa mencapai 3 sampai 4 kali lipat dari yang ada," ungkap Bahlil.
Poin terpenting, kata Bahlil, output dari proyek gasifikasi batu bara ini bisa mengurangi impor gas LPG Indonesia, yang per tahunnya mencapai rata-rata 6 sampai 7 juta ton LPG. Investasi ini ditargetkan menghasilkan output DME 1,4 juta ton per tahun atau setara 1 juta ton LPG.
"Dalam perhitungan kami, setiap 1 juta ton, efisiensi (impor LPG) kurang lebih mencapai Rp 6 triliun sampai Rp 7 triliun. Tidak ada alasan tidak dukung hilirisasi untuk melahirkan substitusi impor," kata dia.
Kerja sama itu, sambung dia, terjadi berkat kerja sama dengan kementerian lain salah satunya Kementerian BUMN.