Senin 24 Jan 2022 22:34 WIB

Sri Mulyani: Sepanjang 2021, Pembiayaan Anggaran Rp 868,6 Triliun

Pembiayaan utang selain untuk menutup defisit, juga digunakan pembiayaan investasi.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan paparan dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022). Rapat tersebut membahas evaluasi anggaran daerah 2021 dan perencanaan APBN daerah 2022 terkait penanganan pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan paparan dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022). Rapat tersebut membahas evaluasi anggaran daerah 2021 dan perencanaan APBN daerah 2022 terkait penanganan pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat pembiayaan anggaran 2021 sebesar Rp 868,6 triliun atau setara 86,3 persen dari target Rp 1.006,4 triliun. Hal ini seiring defisit tahun lalu hanya sebesar 4,65 persen dari batas yang ditetapkan 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pembiayaan anggaran dilakukan secara hati-hati, terukur dan didukung oleh sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia secara baik. "Pembiayaan anggaran kita pada 2021 itu jauh lebih rendah dari UU APBN," ujar Sri Mulyani saat Raker Komite IV DPD, Senin (24/1/2022).

Baca Juga

Kemudian pembiayaan utang tahun lalu sebesar Rp 867,4 triliun atau 73,7 persen dari APBN yakni berkurang hingga Rp 310 triliun dari target seiring menurunnya defisit karena beberapa faktor. "Defisit menurun karena membaiknya penerimaan negara, optimalisasi penggunaan SAL, pemanfaatan fleksibilitas pinjaman program serta dukungan koordinasi berupa SKB III," ucapnya.

Sri Mulyani menyebut pembiayaan utang ini selain untuk menutup defisit, juga digunakan pembiayaan investasi bagi BUMN dan BLU utamanya dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kualitas SDM.

"Kalau kita harus memilih menyelamatkan ekonomi, masyarakat atau APBN? Maka APBN nomor tiga. APBN akan pulih kalau masyarakat dan ekonomi pulih," ucap dia.

Di samping itu, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah harus belajar dari lonjakan Covid-19 varian Delta dalam menangani varian Omicron yang kasusnya hingga kini semakin meningkat.

"Waktu kasus Delta pada Juni ke Juli hanya di bawah seribu lalu 10 ribu kemudian naik 56 ribu. Kemudian perlu dilakukan penyesuaian PPKM sehingga terjadi penurunan cukup drastis dan efektif. Ini memberikan pembelajaran," ungkap Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, kasus Delta memberikan pembelajaran agar pemerintah segera menyiapkan kebijakan penanggulangan terhadap adanya potensi terjadi puncak kasus Covid-19 varian Omicron. Adapun persiapan tersebut meliputi kapasitas isolasi, rumah sakit dan tenaga kesehatan, antisipasi ketersediaan oksigen dan masker maupun tingkat vaksinasi Covid-19.

"Pemerintah sekarang meningkatkan kewaspadaan dengan kenaikan jumlah Omicron seiring terjadi transmisi karena orang baru datang dari luar negeri. Kasus bawaan dari luar negeri memang memicu kasus lokal," ucapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement