Selasa 25 Jan 2022 09:32 WIB

Pentagon Siapkan 8.500 Pasukan untuk Dikerahkan ke Eropa, Gertak Rusia?

Tak hanya AS, sejumlah negara Eropa juga menyiapkan pasukan tempurnya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Juru bicara Pentagon John Kirby
Foto: AP Photo/Manuel Balce Ceneta
Juru bicara Pentagon John Kirby

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon memerintahkan 8.500 tentara dalam siaga lebih tinggi untuk kemungkinan dikerahkan ke Eropa, Senin (24/1). Mereka akan menjadi bagian dari pasukan tanggapan NATO dalam kekhawatiran serangan Rusia di Ukraina.

Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan sekitar 8.500 tentara yang bersiap AS sedang disiagakan untuk kemungkinan penempatan ke wilayah NATO di Eropa Timur. Tindakan ini sebagai bagian dari kekuatan aliansi yang dimaksudkan untuk menandakan komitmen terpadu untuk mencegah agresi Rusia yang lebih luas.

Baca Juga

"Ini tentang jaminan bagi sekutu NATO kami," ujar Kirby.

Kirby mengatakan tidak ada pasukan yang dimaksudkan untuk ditempatkan ke Ukraina, yang bukan anggota aliansi itu. Namun, telah diyakinkan oleh Washington tentang dukungan politik yang berkelanjutan dan perlengkapan senjata.

Langkah Pentagon dalam mempersiapkan pasukan dilakukan bersamaan dengan tindakan oleh pemerintah anggota NATO lainnya di negara-negara Eropa Timur. Denmark mengirimkan fregat dan pesawat tempur F-16 ke Lithuania, Spanyol mengirim empat jet tempur ke Bulgaria dan tiga kapal ke Laut Hitam untuk bergabung dengan pasukan angkatan laut NATO, serta Prancis siap mengirim pasukan ke Rumania.

Dalam sebuah pernyataan sebelum pengumuman Kirby, NATO mengatakan Belanda berencana untuk mengirim dua pesawat tempur F-35 ke Bulgaria pada April. Ditambah menempatkan sebuah kapal dan unit berbasis darat dalam keadaan siaga untuk Pasukan Respons NATO.

NATO belum membuat keputusan untuk mengaktifkan Response Force yang terdiri dari sekitar 40.000 tentara dari berbagai negara. Kekuatan itu ditingkatkan pada 2014, ketika Rusia merebut Semenanjung Krimea Ukraina dan campur tangan untuk mendukung separatis pro-Rusia di Ukraina timur.

Kirby menyatakan, jika NATO memutuskan untuk mengaktifkan Pasukan Respons, Amerika Serikat akan menyumbangkan sejumlah unit militer. "Ini adalah seruan NATO. Bagi kami, kami ingin memastikan bahwa kami siap jika panggilan itu datang. Dan itu berarti memastikan bahwa unit yang akan berkontribusi untuk itu siap secepat mungkin dalam waktu sesingkat mungkin," ujarnya.

Menurut Kirby, beberapa unit akan diperintahkan untuk siap untuk disebarkan hanya dalam waktu lima hari. Di antara 8.500 tentara, belum ditentukan jumlah yang dapat dikirim ke Eropa untuk tujuan selain mendukung Pasukan Respons NATO. Tanpa memberikan perincian, dia mengatakan mereka mungkin dikerahkan jika situasi lain berkembang.

Selain itu, Presiden AS Joe Biden pun telah berkonsultasi dengan para pemimpin utama Eropa, menggarisbawahi solidaritas AS dengan sekutu di wilayah itu. Biden mengadakan panggilan video 80 menit membahas pembangunan militer Rusia dan tanggapan potensial terhadap invasi.

"Saya mengadakan pertemuan yang sangat, sangat, sangat baik, kebulatan suara total dengan semua pemimpin Eropa. Kita akan membicarakannya nanti,"  kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih.

Gedung Putih mengatakan para pemimpin menekankan keinginan solusi diplomatik untuk krisis yang terjadi. Namun, mereka juga membahas upaya untuk mencegah agresi Rusia lebih lanjut.

"Termasuk persiapan untuk memaksakan konsekuensi besar dan biaya ekonomi yang parah pada Rusia untuk tindakan tersebut serta untuk memperkuat keamanan di NATO sayap timur," ujar pernyataan Gedung Putih.

Menempatkan pasukan yang berbasis di AS dalam kewaspadaan tinggi untuk Eropa menunjukkan berkurangnya harapan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan mundur. Selain masa depan Ukraina, hal lain yang dipertaruhkan adalah kredibilitas aliansi NATO yang merupakan pusat strategi pertahanan AS. Sedangkan bagi Biden, krisis tersebut merupakan ujian besar atas kemampuannya untuk membentuk sikap sekutu yang bersatu melawan Putin.

Juru bicara Istana Kremlin Dmitry Peskov mengatakan NATO dan AS yang berada di balik meningkatnya ketegangan, bukan Rusia. “Semua ini terjadi bukan karena apa yang kami, Rusia, lakukan. Ini terjadi karena apa yang NATO, AS lakukan,” kata Peskov.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement