Selasa 25 Jan 2022 10:37 WIB

Mantan Direktur WHO Minta Lima Hal Jadi Pertimbangan Evaluasi PTM

Anak dan keluarga baiknya tetap diperbolehkan memilih PTM atau PJJ

Rep: Rr laeny sulisyawati/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah siswa mengikuti pembelajaran tatap muka di SMP 26 Depok, Depok, Jawa Barat, Senin (24/1/2022). Pemerintah Kota Depok mulai menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara penuh atau 100 persen mulai hari ini.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Sejumlah siswa mengikuti pembelajaran tatap muka di SMP 26 Depok, Depok, Jawa Barat, Senin (24/1/2022). Pemerintah Kota Depok mulai menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara penuh atau 100 persen mulai hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Direktur Penyakit Menular organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, setidaknya ada lima hal yang dapat jadi pertimbangan tentang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di hari-hari sekarang ini. Di antaranya lima organisasi profesi dokter spesialis yang merekomendasikan anak dan keluarga sebaiknya tetap diperbolehkan memilih  PTM.

"Pertama, pada 13 Januari 2022 maka lima Organisasi Profesi Dokter Spesialis yaitu anak, paru, penyakit dalam, jantung, dan anastesi membuat surat ke empat Menteri sehubungan evaluasi proses PTM. Isinya antara lain menyebutkan bahwa anak dan keluarga baiknya tetap diperbolehkan memilih PTM atau Pembelajaran Jarakl Jauh (PJJ), anak dengan komorbid memeriksakan diri dulu, kelengkapan imunisasi untuk dapat ikut PTM serta mekanisme kontrol dan buka tutup sekolah," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (25/1/2022).

Baca Juga

Kedua, ia mengingatkan kasus Covid-19 di hari-hari ini terus meningkat. Bukan hanya jumlah absolutnya yang sudah sekitar 3.000-an sehari tetapi juga ada kecenderungan peningkatan angka kepositifan, serta perlu pula menilai perkembangan angka reproduksi (“reproductive number”), yang semuanya menunjukkan potensi penularan di masyarakat. Apalagi angka transmisi lokal varian Omicron juga terus meningkat.

Hal ketiga, sebagaimana juga ditulis dalam surat lima Organisasi Profesi Spesialis maka  anak dapat saja mengalami komplikasi berat yaitu “multisystem inflammatory in children associated with Covid-19 (MIS-C”) dan bukan tidak mungkin juga ada komplikasi long Covid. Pendapat para pakar beberapa negara, antara lain dari South Dakota Amerika Serikat, juga mulai membicarakan kemungkinan Long Covid pada anak ini, walaupun memang tentu perlu penelitian lebih lanjut. "Tetapi kita tentu tidak ada yang ingin ada dampak seperti ini terjadi pada anak-anak kita," katanya.

Keempat, penelitian di Afrika Selatan misalnya, dengan data dari  56,164 Covid yang masuk RS, menemukan bahwa angka anak dibawah 4 tahun masuk rumah sakit ternyata 49 persen lebih tinggi pada Omicron dibandingkan Delta. Data lain dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat yang ditulis juga di CNN 12 Januari 2022 menyebutkan bahwa angka anak masuk RS meningkat di Amerika.

Rata-rata 4,3 balita per  100.000 angka masuk RS pada minggu sampai awal Januari. Angka itu meningkat dari angka 2,6 per 100.000 pada minggu sebelumnya. Kalau dibandingkan dengan angka awal Desember maka ada peningkatan 48 persen, peningkatan tertinggi pada kelompok umur ini selama pandemi Covid-19.

"Ke lima, di berita mengatakan ada daerah yang disebut sebagai medan perang (“battlefield”) pertama melawan Omicron di negara kita, dan di daerah battlefield itu disebutkan juga sudah ada beberapa kecamatan yang masuk zona Merah, ujarnya. 

Jadi, ia meminta setidaknya di zona merah dalam suatu medan perang maka baik kalau upaya perlindungan kesehatan ditingkatkan. Ini termasuk evaluasi pelaksanaan PTM setidaknya dimulai di daerah-daerah itu. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement