REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IV DPR meminta pemerintah agar dapat menetapkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk non subsidi. Penetapan HET itu diusulkan seiring dengan kenaikan harga pupuk non subsidi yang terus mengalami lonjakan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan, saat ini pihaknya masih dalam tahap pengkajian untuk perubahan harga eceran tertinggi (HET).
Namun, Oke menegaskan, kajian Kemendag tidak khusus pada pupuk non subsidi, melainkan semua barang pokok dan penting (Bapokting) sesuai peraturan perundang-undangan."HET masih digodok untuk penyesuaian, semua HET," kata Oke kepada Republika.co.id, Selasa (25/1/2022).
Direktur Bahan Pokok dan Penting, Kemendag, Isy Karim menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima detail permintaan DPR terkait permintaan tersebut. Saat ini, harga pupuk yang diatur pemerintah masih terkhusus pada pupuk subsidi yang diproduksi oleh PT Pupuk Indonesia (Persero).
Namun, HET pupuk bersubsidi tersebut ditetapkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Adapun untuk pupuk non subsidi, tak hanya diproduksi oleh BUMN melainkan juga oleh produsen swasta.
Direktur Pupuk, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Muhammad Hatta, menambahkan, sesuai Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 juncto Perpres 59 Tahun 2020 tentang Penetapan dan Penyimpanan Bapokting, yang memiliki kewenangan HET adalah Kemendag.
Kemendag berkewenangan dalam menjalankan amanat untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan Bapokting. "Jadi Kementan sendiri tidak mempunyai kewenangan dalam menetapkan HET non subsidi," kata Hatta.
Sementara itu, Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengatakan, sebagai produsen pupuk sekaligus perusahaan pelat merah, pihaknya siap mematuhi peraturan yang akan ditetapkan pemerintah.