REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Wagimun AW menyebut negara tidak luas dalam membuka peluang masyarakat menjadi penghulu. Hal ini berdampak pada minimnya jumlah penghulu di Indonesia.
"Peluang dibukanya jabatan penghulu dari negara tidak ada. Dari Kementerian Aparatur Negara memang tidak membuka penerimaan penghulu. Padahal, penghulu ini sebuah jabatan yang sangat seksi," ujar dia saat dihubungi Republika, Selasa (25/1/2022).
Terbaru, ia menyebut jabatan untuk penghulu hanya dibuka sebanyak 12 kursi. Sementara, yang mendaftar untuk lowongan ini jumlahnya mencampai ribuan. Minat masyarakat untuk posisi ini dinilai sangat tinggi.
Ia lantas mendukung ucapan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut Indonesia akan kekurangan penghulu setidaknya hingga 10 tahun ke depan. Saat ini, penghulu di Indonesia berjumlah 8.978 orang.
Wagimun pun berharap tidak ada tindakan diskriminatif dari negara kepada penghulu. Jika negara benar ingin menjadikan masyarakatnya berakhlak yang baik dan terpuji atau akhlakul karimah, peran penghulu seharusnya dibuka sebesar-besarnya, termasuk penyuluh.
"Contoh, di daerah saya, penghulu yang pensiun ada empat orang. Namun, selama empat tahun terakhir tidak ada pengangkatan. Ini pelayanan jadinya tidak bisa maksimal," lanjutnya.
Tak hanya itu, ia juga menyebut tugas penghulu tidak hanya menikahkan calon pengantin. Sebagai ujung tombak kementerian yang paling dekat dengan masyarakat, penghulu harus paham setiap hal yang berkaitan dengan hukum agama.
Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) adalah menjawab problematika yang ada di msayarakat yang berkaitan dengan keagamaan. Sebagai petugas lapangan, di beberapa kesempatan penghulu bertugas mendampingi masyarakat dalam hal perwakafan dan pengukuran arah kiblat.
"KUA itu menjadi Kementerian Agama yang paling bawah, paling dekat dengan masyarakat, di setiap kecamatan. Semua kegiatan yang diprogramkan Kemenag, itu ada di KUA. Sementara, SDM-nya terbatas," ucapnya.