REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mendorong kepolisian segera menindaklanjuti temuan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Menurut dia, apa pun alasannya, pembuatan kerangkeng manusia tidaklah benar.
Ia menjelaskan, menaruh seseorang dalam tahanan ataupun lembaga pemasyarakatan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan alasan yang berdasarkan hukum. Terutama, dalam rangka penegakan hukum atau pelaksanaan putusan pengadilan yang sesuai aturan perundang-undangan.
"Baik alasan sebagai tempat rehabilitasi maupun tempat bagi pekerja perkebunan sawit, kedua alasan tersebut tetap tidak memberikan pembenaran bagi penggunaan kerangkeng manusia dan harus diusut tuntas dengan melakukan penegakan hukum," ujar Taufik lewat keterangan tertulisnya, Selasa (25/1/2022).
Taufik mengatakan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lainnya yang Kejam, tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Konvensi tersebut memberikan tanggung jawab negara untuk mencegah segala bentuk penyiksaan dan bentuk perlakuan lainnya yang kejam dan tidak manusiawi.
Karena itu, kepolisian harus segera berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait penemuan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. Khususnya, penyidikan terkait dugaan adanya penyiksaan dan perbudakan.
"Penegakan hukum harus dilakukan kepada semua yang bertanggung jawab dan pihak pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memulihkan kondisi para korban," ujar Taufik.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mengatakan, polisi segera bertindak terkait kerangkeng manusia tersebut. Pangeran juga meminta Komnas HAM segera bertindak.
"Saya juga berharap agar Komnas HAM dan Polri dapat melakukan koordinasi yang baik atas dugaan peristiwa ini," ujar Pangeran.
Ia mengatakan, kerangkeng manusia itu menginjak martabat manusia di tengah reformasi yang menegakkan supremasi hukum. Selain itu, ia mengatakan, jika benar ada perbudakan, hal tersebut termasuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Baca juga : Polda Sumut Bentuk Tim Selidiki Dugaan Perbudakan Bupati Langkat
Polri telah memastikan kerangkeng manusia di rumah bupati Langkat itu ilegal alias tak memiliki izin. Selain itu, Polri menyatakan, penghuni kerangkeng dipekerjakan sebagai buruh perkebunan kelapa sawit tanpa diupah dan hanya diberikan makan harian.
“Mereka menyebutnya sebagai warga binaan. Tidak digaji karena sebagai warga binaan. Namun, diberikan ekstra puding dan makan,” kata Karo Penmas Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/1/2022).
View this post on Instagram