Selasa 25 Jan 2022 16:40 WIB

Harga Mahal, Kementan Ingin Petani Kurangi Penggunaan Pupuk Kimia

Saat ini harga pupuk terutama nonsubsidi telah naik hingga dua kali lipat

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Seorang petani memupuk tanamannya, (ilustrasi). Kementerian Pertanian (Kementan) mulai mendorong para petani untuk dapat menggunakan pupuk organik.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Seorang petani memupuk tanamannya, (ilustrasi). Kementerian Pertanian (Kementan) mulai mendorong para petani untuk dapat menggunakan pupuk organik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mulai mendorong para petani untuk dapat menggunakan pupuk organik yang sesuai dengan wilayah sentra pertanaman masing-masing. Hal itu seiring dengan semakin tingginya harga pupuk saat ini.

Kepala BPPDSMP Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan saat ini harga pupuk terutama nonsubsidi telah naik hingga dua kali lipat. Itu tidak lepas dari kenaikan harga bahan baku impor yang sudah naik.

Baca Juga

Sebagai solusi, Dedi mengatakan, pemupukan berimbang menjadi jalan keluar di tengah situasi sulit seperti sekarang. Dedi mengatakan, suka atau tidak suka, konsep penggunaan pupuk kimia saat ini harus lebih efisien karena sekaligus menghemat biaya produksi.

"Dengan pemanfaatan pupuk organik, hayati, dan mikroorganisme lokal, itu dapat mampu menekan kebutuhan (pupuk kimia) hingga 50 persen," kata Dedi dalam Pelatihan Penyuluh Pertanian, Selasa (25/1/2022).

Ia pun mengatakan, pemupukan berimbang menjadi salah satu bagian dari smart farming yang mulai digalakkan Kementan. "Ini harus digenjot karena harga pupuk saat ini kian berlanjut," ujarnya.

Serikat Petani Indonesia (SPI) juga mendorong para petani untuk mulai kembali kepada sistem pertanian agroekologi yang ramah lingkungan. Dorongan itu salah satunya untuk menyikapi semakin tingginya harga pupuk kimia yang diikuti dengan semakin meningkatnya ketergantungan para petani.

Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A), SPI, Qomarun Najmi menerangkan, penggunaan pupuk organik saat ini seharusnya semakin masif karena memiliki banyak keuntungan.

“Salah satunya adalah memperbaiki kondisi tanah. Penggunaan pupuk kimia selama puluhan tahun terakhir menghasilkan lahan yang kurang subur, sehingga mempengaruhi produktivitas. Setelah lahan kembali subur karena penggunaan pupuk organik, petani tak perlu mengeluarkan ongkos yang terlalu besar untuk pupuk,” kata dia.

Najmi mencatat, besara biaya produksi pun bisa dihemat hingga Rp 2 juta per hektare jika menggunakan pupuk organik, bukan pupuk kimia.

“Jadi kesemrawutan pupuk kimia ini merupakan momentum mengakhiri ke tergantungan petani pada pupuk kimia ke pupuk organik, dari pertanian yang tergantung pada input kimia ke pertanian agroekologi yang ramah alam dan membuat petani berdaulat,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement