Komisi I Sambut Baik Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Singapura beberapa kali menjadi tempat pelarian bagi WNI bermasalah hukum

Selasa , 25 Jan 2022, 19:19 WIB
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Pertemuan tersebut membahas upaya penguatan kerja sama bilateral yang mana pada tahun ini merupakan tahun peringatan 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Singapura.
Foto: ANTARA/Setpres/Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Pertemuan tersebut membahas upaya penguatan kerja sama bilateral yang mana pada tahun ini merupakan tahun peringatan 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Singapura.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia-Singapura resmi menandatangani perjanjian ekstradisi. Anggota Komisi I DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, menyambut baik adanya perjanjian tersebut.

"Ini memang dibutuhkan, karena selama ini Singapura selalu diduga menjadi negara tujuan penyimpanan dana oleh banyak oknum," kata Dave kepada Republika, Selasa (25/1).

Baca Juga

Anggota Fraksi Partai Golkar itu mengatakan dengan adanya perjanjian tersebut, maka semua tuduhan itu menjadi terpatahkan. Pascadisepakatinya perjanjian tersebut Dave berharap perjanjian tersebut memunculkan efek gentar (detterence).

"Semoga begitu, akan tetapi yang pasti bisa memberikan keleluasaan bagi penegak hukum tuk melakukan pengejaran dan penindakan," ujarnya.

Sebelumnya DPR sempat keberatan meratifikasi perjanjian tersebut lantaran Pemerintah Singapura meminta wilayah Indonesia untuk dijadikan sebagai tempat latihan pesawat udaranya. Namun dalam perjanjian terbaru diketahui telah dilakukan penyesuaian Flight Information Region (FIR). "Kan FIR sudah menjadi mutlak milik kita. Nanti kan dibawa ke DPR, baru kita ratifikasi, setelah dibahas secara detil," imbuhnya.

Anggota Komisi I DPR Christina Aryani juga menyambut baik ditandatanganinya perjanjian ekstradisi antara kedua negara. Christina mengatakan Singapura beberapa kali menjadi tempat pelarian bagi WNI yang tersangkut masalah hukum di Indonesia.

"Agar perjanjian ekstradisi ini dapat berlaku efektif dibutuhkan persetujuan ratifikasi dari legislatif kedua negara, harapan kami proses tersebut akan berjalan lancar sehingga tujuan dari perjanjian ekstradisi ini bisa tercapai optimal," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa Pemerintah Indonesia dan Singapura mengadakan perjanjian ekstradisi. Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura dilakukan di Bintan, Kepulauan Riau.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, salah satu poin perjanjian itu yakni saling bertukar para tersangka buron yang seharusnya menjalani penuntutan atau persidangan di negara masing-masing.

Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi dilakukan dalam Leaders’ Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Indonesia dan PM Singapura akan menyaksikan penandatanganan 15 dokumen kerja sama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi dan sosial budaya.

Kerja sama itu meliputi Persetujuan tentang Penyesuaian FIR, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007.

Selain ketiga dokumen perjanjian itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI dan Senior Minister/Coordinating Minister for National Security Singapura juga melakukan pertukaran surat yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia–Singapura secara simultan.