REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru melaporkan bahwa gejala depresi meningkat tiga kali lipat selama pandemi Covid-19. Mereka yang mengalami gejala depresi, cenderung lebih percaya informasi yang salah tentang vaksin dan kecil kemungkinannya untuk mau divaksinasi.
Korelasi yang ditemukan oleh studi tersebut, tidak membeda-bedakan keyakinan politik atau kelompok demografis. Para peneliti menekankan bahwa orang yang depresi tidak boleh dirundung atas keyakinannya pada informasi salah, malah seharusnya dia diperlakukan sebagai kelompok rentan.
Salah satu hal penting yang perlu diketahui, depresi bisa menyebabkan seseorang melihat dunia secara berbeda. Mereka menjadi tidak optimistis.
"Jika Anda sudah berpikir dunia adalah tempat yang berbahaya, Anda mungkin lebih cenderung percaya bahwa vaksin itu berbahaya, meskipun sebenarnya tidak demikian," jelas penulis utama Roy H Perlis dari di Massachusetts General Hospital, Amerika Serikat.
Untuk studi ini, para peneliti mensurvei kesehatan mental dan sikap peserta terhadap vaksin dan informasi terkait. Dalam studi yang diterbitkan di JAMA Network Open, mereka menemukan bahwa tingkat depresi tiga kali lebih tinggi daripada di awal pandemi.
Orang yang sudah mengalami depresi sejak awal memiliki kemungkinan 2,2 kali lebih besar untuk mendukung setidaknya satu dari empat klaim palsu tentang vaksin. Orang yang mendukung klaim palsu ini memiliki sedikit kemungkinan untuk divaksin dan hampir tiga kali lebih mungkin untuk menolak vaksin.