Rabu 26 Jan 2022 13:07 WIB

IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi RI Jadi 5,6 persen pada 2022

Proyeksi ini turun dari sebelumnya sebesar 5,9 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (21/1/2022). Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi ekonomi Indonesia pada 2022 menjadi 5,6 persen, dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,9 persen.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (21/1/2022). Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi ekonomi Indonesia pada 2022 menjadi 5,6 persen, dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,9 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi ekonomi Indonesia pada 2022 menjadi 5,6 persen, dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,9 persen. Hal ini sejalan dengan adanya pelonggaran pembatasan aktivitas, dukungan kebijakan yang berkelanjutan, peningkatan mobilitas, serta program vaksinasi yang meluas ke daerah-daerah yang lebih terpencil.

Assistant Director Western Hemisphere Department of the IMF Cheng Hoon Lim mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. 

Baca Juga

"Keseimbangan risiko terhadap prospek membaik, tetapi tetap miring ke bawah," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (26/1/2022)

Menurut dia, munculnya varian Covid-19 yang lebih agresif dapat memberi tekanan lebih lanjut pada sistem kesehatan dan menyebabkan pembatasan mobilitas baru. Selain itu, risiko limpahan dari kondisi keuangan global yang lebih ketat pun telah meningkat.

Kendati demikian, Lim menilai dorongan harga komoditas global dapat bertahan lebih lama dari yang diperkirakan, sehingga akan menopang pemulihan ekonomi domestik pada 2022 meskipun varian Omicron menyebar, dan perekonomian akan berlanjut tumbuh hingga enam persen pada 2023.

“Kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar enam persen pada 2023,” ucapnya.

Selain didukung oleh harga komoditas global yang menguntungkan, pemulihan ekonomi Indonesia juga akan didorong pelonggaran pembatasan aktivitas, dukungan kebijakan yang berkelanjutan, peningkatan mobilitas, dan kepercayaan diri saat program vaksinasi meluas ke daerah-daerah yang lebih terpencil.

"Reformasi struktural prospektif terbaru bisa mengurangi perluasan luka ekonomi Indonesia akibat pandemi," tuturnya.

Dengan demikian dia berpendapat dukungan kebijakan masih akan diperlukan sampai pemulihan menguat, sehingga pengurangan kebijakan ekspansif selama pandemi secara bertahap dan terkoordinasi akan menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan, serta membangun kembali penyangga untuk mengatasi risiko penurunan ekonomi.

“Pemulihan yang sedang berlangsung secara bertahap akan memulihkan prinsip utama kerangka kebijakan ekonomi makro pra-pandemi dan memperkuat rekam jejak kebijakan Indonesia yang kuat,” ucapnya.

Namun, jika risiko penurunan yang parah seperti pemulihan yang lebih lambat atau kebangkitan kembali infeksi Covid-19 yang cepat sehingga pembatasan kembali terjadi, dukungan pandemi yang tahan lama mungkin diperlukan.

“Harga komoditas global yang meningkat diperkirakan akan terus memberikan dampak positif bagi Indonesia, utamanya dari sisi ekspor. Sementara reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Indonesia dinilai dapat mengurangi tekanan ekonomi,” ucapnya.

Dengan pemulihan yang sedang berlangsung, hal ini secara bertahap akan memulihkan prinsip utama kerangka kebijakan ekonomi makro pra-pandemi dan memperkuat rekam jejak kebijakan Indonesia yang kuat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement