REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Gilang Dhielafararez, mempertanyakan cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyikapi perkembangan IT di zaman 4.0 seperti keberadaan transaksi non-fungible token (NFT). Menurutnya, KPK perlu menyosialisasikan ke masyarakat terkait hal tersebut.
"Kira-kira KPK mempersiapkan ini sebagai apa? Ada NFT, ada Metaverse dan hal-hal yang saya rasa ini masih di luar pikiran kita," kata Gilang dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan KPK, Rabu (26/1).
"Kira-kira bagaimana juga sosialisasi KPK terhadap masyarakat terkait hal-hal ini. Apakah ini sudah mulai masuk dalam bagian nantinya terkait dengan pidana?" ujarnya.
Menjawab hal itu, Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar, mengatakan, NFT berpotensi menjadi tempat cuci uang hasil tindak pidana korupsi atau tindak pidana lainnya. KPK berupaya untuk mengantisipasi hal tersebut kedepan.
"Mengenai NFT, ini berkas digital yang identitas dan kepemilikannya unik diverifikasi pada blockchain atau buku besar digital. Ini tentu saja sangat berpotensi untuk digunakan dalam pencucian uang," kata dia.
Lili menjelaskan, seseorang bisa membuat NFT dan membelinya dengan uang haram "Tentunya KPK bisa menelusurinya ke depan dengan menggunakan teknologi blockchain juga," tuturnya.