REPUBLIKA.CO.ID, MALANG--Permintaan pemesanan untuk lampion dan dupa meningkat tajam di Kota Malang. Hal ini bisa terjadi lantaran Indonesia terutama Kota Malang dalam waktu dekat akan merayakan Hari Imlek.
Permintaan pesanan dupa salah satunya ikut dialami oleh produsen Dupalo di Jalan Terusan Sigura-gura Blok D Nomor 166 A, Karang besuki, Sukun, Kota Malang. Pemilik produksi dupa rumahan Dupalo, Rosa Amelia mengaku permintaan dupa memang mengalami kenaikan selama beberapa waktu terakhir. "Permintaan tak hanya datang dari pasar lokal, tetapi juga sudah merambah internasional," kata Rosa saat ditemui wartawan di Kota Malang, Rabu (26/1).
Menurut Rosa, dupa yang dahulu identik untuk pelengkap ibadah agama kini sudah mulai disukai masyarakat. Hal ini lantaran adanya beberapa manfaat yang terkandung dalam dupa. Dupa dipercaya bisa membantu relaksasi dan membuat mood seseorang kembali baik.
Rosa memperkirakan permintaan pembelian dupa meningkat hingga 20 persen. Dengan adanya situasi ini, pihaknya pun harus menambah belanja bahan baku. Jumlah lidi pelilit dupa misalnya harus disiapkan dua kali lipat dari biasanya.
Normalnya, Rosa biasa menghabiskan 1 ton lidi dalam waktu tiga bulan. Namun jelang Hari Imlek, dia bisa menghabiskan lidi hingga dua kali lipat.
Meskipun ada peningkatan, Rosa memastikan, tidak ada kenaikan harga untuk dupa yang diproduksi Dupalo. Ia mematok harga dupa mulai dari Rp 18 ribu hingga Rp 300an ribu. Rentang harga ini menyesuaikan dengan jenis dupa yang ada, yakni jenis gold, premium dan ekonomis.
Untuk penjualan sendiri, Rosa mengaku, keberadaan platform media sosial sangat banyak berperan. Kemudian dia juga telah memanfaatkan market place untuk berjualan. Namun ada juga pembeli yang langsung datang ke lokasi untuk memesan dupa.
Peningkatan permintaan produk menjelang Imlek juga dialami oleh salah satu pengerajin lampion di Jalan Ir. H. Juanda 9A Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Pengerajin lampion di Kota Malang Ahmad Syamsuddin mengatakan, pesanan lampion jelang perayaan Imlek tahun ini memang tak hanya didominasi warna merah. Tren warnanya sudah beragam sesuai pesanan pembeli dari sejumlah kota di Indonesia.
"Jadi sekarang hampir semua warna dipakai. Warna oranye, tosca, nggak dominan warna merah lebih ke dekorasi kalau yang sekarang," kata Syamsuddin.
Menurut Syamsuddin, usaha pembuatan lampion mulai menunjukkan tren kenaikan dibandingkan dua tahun terakhir. Selama pandemi Covid-19, dia tidak mendapatkan pesanan lampion sama sekali. Untuk Imlek tahun ini setidaknya telah terjadi peningkatan pemesanan hingga hampir 50 persen.
Peningkatan pesanan lampion kali ini mencapai 1.500 sampai 2.000 unit. Beberapa pesanan lampion datang dari sejumlah kota besar di Indonesia dan luar negeri. Terakhir, Syamsuddin mengirim 1.500 lampion ke Italia sedangkan pemesanan lokal berasal dari Jakarta, Surabaya, Trenggalek, dan Malang.
Untuk memenuhi pesanan, Syamsuddin dibantu 10 orang temannya dari karang taruna di sekitar rumahnya. Mereka mampu mengerjakan pesanan lampion dalam waktu yang berbeda-beda. Hal ini menyesuaikan dengan jumlah dan ukuran lampion yang dipesan.
Meskipun pemesanan meningkat, keuntungan yang didapat Syamsuddin masih sedikit. Hal ini karena kenaikan harga bahan baku lampion mulai dari rotan, kain, hingga tawas. Bahan-bahan tersebut mengalami kenaikan harga sekitar 20 hingga 30 persen sehingga memangkas keuntungannya.
Syamsuddin biasanya menjual lampion sekitar Rp 30 ribu per unit. Dia tidak berani menaikkan harga jual meskipun bahan baku naik. Dia hanya berharap pembatasan selama Covid-19 bisa terus mengontrol penjualan lampionnya ke depannya.