Kamis 27 Jan 2022 14:13 WIB

Bacakan Replik, Jaksa Keukeuh Tuntut Herry Wirawan Hukuman Mati 

Tuntutan mati diatur dalam regulasi ketentuan perundang-undangan. 

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Asep N Mulyana menyampaikan keterangan pers usai membacakan replik pada persidangan kasus pelecehan seksual dengan terdakwa Herry Wirawan, Kamis (27/1/2022).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Asep N Mulyana menyampaikan keterangan pers usai membacakan replik pada persidangan kasus pelecehan seksual dengan terdakwa Herry Wirawan, Kamis (27/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Asep N Mulyana membacakan tanggapan atau replik terhadap pembelaan (pleidoi) Herry Wirawan maupun penasihat hukum pada sidang kasus pelecehan seksual di PN Bandung, Kamis (27/1/2022). Jaksa tetap menuntut terdakwa dengan hukuman mati, ditambah hukuman kebiri.

"Dalam replik kami, pada intinya kami tetap pada tuntutan semula dan memberikan penegasan beberapa hal. Pertama bahwa tuntutan mati diatur dalam regulasi, diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Artinya bahwa yang kami lakukan sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung.

Baca Juga

Dia melanjutkan, restitusi atau ganti rugi yang diajukan kepada terdakwa merupakan hasil perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bahkan angka ganti rugi sebesar Rp 331 juta tidak sepadan dengan penderitaan korban.

"Kami menyampaikan kepada majelis hakim, kami meminta agar yayasan dan aset terdakwa itu dirampas untuk negara dan dilelang hasilnya digunakan untuk restorasi korban, baik untuk sekolah maupun kepentingan keberlangsungan hidup anak-anak korban, tanpa sedikit pun mengurangi tanggung jawab negara dan pemerintah melindungi korban," katanya.

Dia mengatakan, pihaknya akan memastikan keberlangsungan hidup anak-anak korban, termasuk menyangkut pendidikan di masa mendatang. Asep menegaskan, penyitaan aset terdakwa dilakukan karena menjadi alat untuk melakukan kejahatan.

"Mengapa kami menyita yayasan dan membubarkan yayasan? Karena yayasan boarding school dan sebagainya merupakan instrumental delicti, artinya alat yang digunakan terdakwa untuk melakukan kejahatan," katanya.

Tanpa ada yayasan dan boarding school, dia mengatakan, tidak mungkin terdakwa melakukan kejahatan secara sistematis. Dia meminta, majelis menyita yayasan milik terdakwa.

Selain itu, pihaknya menyiapkan rumah aman Adhiyaksa di Sumedang dan Purwakarta Jawa Barat untuk menampung anak-anak yang lahir dari korban terdakwa Herry Wirawan. "Tanpa mengurangi dan mendahului putusan pengadilan, kami menyiapkan rumah aman Adhiyaksa di Sumedang, Purwakarta, untuk menampung, melakukan pembinaan ke anak korban dari kejahatan Herry. Kami berkesimpulan kami tetap pada yang dibacakan saat persidangan sebelumnya," katanya.

Terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum saat sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). Terdakwa pun dituntut hukuman tambahan yaitu hukuman kebiri kimia.

Tuntutan yang diberikan kepada terdakwa mengacu kepada Pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 juncto pasal 76 huruf D Undang-Undang (UU) RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Kuasa hukum terdakwa Herry Wirawan Ira Mambo mengatakan, pihaknya akan menjawab tanggapan jaksa atau replik pada agenda pekan depan yaitu duplik. "Baik kami pertama yang harus diingat bahwa kami tidak boleh mengungkap fakta persidangan tapi kami menjawab duplik kami minggu depan," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement