YLH Desak Kementerian PUPR Buka Ruang Dialog dengan Warga
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Seniman pantomim Rembang, Sutejo melakukan aksi teatrikal merespon proyek revitalisasi Lasem di kawasan Pecinan Karangturi, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Rabu (26/1/2022). Aksi yang diinisiasi Yayasan Lasem Heritage Bersama warga tersebut sebagai bentuk kritik dan harapan agar pihak terkait berhati-hati dalam proyek penataan Kecamatan Lasem agar sejumlah objek diduga cagar budaya terhindar dari kerusakan, sejalan dengan konsep pelestarian Lasem yang tengah berposes menuju ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional. | Foto: Antara/Aji Styawan
REPUBLIKA.CO.ID,REMBANG -- Yayasan Lasem Heritage (YLH) mendesak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuka dialog dengan masyarakat, terkait dengan proyek Penataan Lasem sebagai Kota Pusaka.
Desakan ini disampaikan guna merespon kegelisahan masyarakat setempat yang merasa tidak mendapatkan ruang partisipasi dalam pelaksanaan proyek pelestarian kawasan cagar budaya tersebut.
Peneliti Urban Heritage Conservation Yayasan Lasem Heritage, Hakam Kurniawan mengatakan, persoalan penataan lingkungan melalui revitalisasi bukan sekedar bicara aspek estetika dan beautifikasi saja.
Namun penting juga dipikirkan hal- hal yang terkait dengan pembentukan kawasan yang responsif serta berkelanjutan dengan memperhatikan aspek standar teknis, sosial, komunitas, ekologis, serta berbagai peninggalan yang ada di dalamnya.
“Sehingga kegiaatan revitalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah mampu menjaga makna serta identitas khas yang ada di dalam lingkungan/ kawasan Kota Pusaka Lasem.” katanya, dalam keterangan pers yang diterima Republika, Kamis (27/1).
Hakam juga menjelaskan, beberapa identifikasi permasalahan mengemuka di balik pelaksanaan penataan Kota Pusaka Lasem yang sudah dimulai --ditandai oleh peletakan batu pertama di kawasan alun- alun Lasem—pada bulan September 2021 lalu.
Identifikasi permasalahan tersebut muncul baik dari curah pendapat warga maupun dari penelitian YLH, antara lain perihal tidak adanya sosialisasi terkait proyek, penataan pedestrian yang kelak tidak ada parking on street dan potensi PKL di pedestrian.
Termasuk tidak adanya tempat bongkar muat barang di sepanjang jalan kolektor primer Lasem (Jalan Jatirogo), saluran air dengan U Ditch yang menghalangi saluran aktif dari hunian/ toko milik warga hingga prosedur pekerjaan yang tidak sistematis.
“Kawasan ini sedang dalam proses penetapan Kawasan Cagar Budaya Nasional, maka sepatutnya pembangunan yang dilakukan juga berorientasi pada upaya pelestarian dan bukan menghilangkan signifikansi kawasan yang sudah ada,” tegasnya.
Hakam juga menyebut, YLH telah mengidentifikasi kegiatan --yang diduga—telah merusak beberapa penggal saluran kuno di wilayah desa Karangturi yang telah terdata sebagai Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) oleh Kemendikbudristek.
“Hal ini tentu bakal berdampak pada hilangnya atribut/nilai penting wilayah serta juga berdampak pada hilangnya memori kolektif warga,” tambahnya.
Oleh karena itu, masih kata Hakam, mewakili masyarakat Lasem –YLH-- bermaksud menyampaikan usulan teknis kepada Kementerian PUPR, antara lain dengan membuka ruang diskusi terkait rencana pembangunan bersama warga.
Termasuk saran untuk memperbaiki Detailed Engineering Design (DED) yang sesuai dengan usulan warga, melibatkan tenaga ahli dan masyarakat dalam pendampingan serta pengawasan pekerjaan.
Alasannya, Lasem telah berkembang menjadi salah satu destinasi pariwisata sejarah dan budaya, mulai dari peninggalan zaman prasejarah, hingga akulturasi budaya Jawa, Tiongkok dan Islam.
Warisan ini telah ang menjadi daya tarik utama kota pesisir timur Jawa Tengah tersebut hingga turut memberikan dampak beruntun pada kegiatan perekonomian masyarakat yang ada di kota Lasem.
“Maka pembangunan berwawasan pelestarian yang berkelanjutan merupakan upaya menjaga Kota Pusaka Lasem agar tetap lestari dan pemanfaatannya dapat meningkatkan taraf hidup warga Lasem khususnya, Rembang pada umumnya di masa yang akan datang,” tandas Hakam.
Masih terkait proyek revitalisasi Lasem Kota Pusaka, seniman pantomim asal Rembang, Sutejo mengungkapkan kegelisahaan masyarakat Lasem dengan melakukan gerak pantomim di penggal Jalan Karangturi Gang 4 hingga Jalan Eyang Sambu, Rabu (26/1).
Ia pun melakukan aksi tabur bunya di atas bongkahan saluran air kuno di Karangturi sebagai bentuk keprihatinan. Menurutnya, penataan Lasem sebagai kota Pusaka baik, tetapi perlu juga melestarikan kekayaan heritage yang ada di dalamnya.
Peninggalan di Lasem ini jangan hanya tinggal kenangan, tapi harus dilestarikan untuk masa depan. Maka penataan Lasem Kota Pusaka mestinya bukan menjadi simbol matinya/ hilangnya sejarah. “Rakyat pasti tidak anti pembangunan, tapi mohon Pemerintah bisa dengarkan aspirasi warga,” tandasnya.