REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi pemerhati dampak buruk perkebunan kelapa sawit, Sawit Watch, menyoroti kasus temuan kerangkeng dan dugaan perbudakan pekerja kebun sawit oleh Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin. Menurut Sawit Watch, hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah dan tak adanya regulasi perlindungan pekerja sawit.
"Pemerintah selama ini absen dalam melakukan pengawasan di perkebunan sawit, sehingga potensi pelanggaran hak buruh sangat besar. Untuk itu kami melihat bahwa yang menjadi penting untuk dilakukan adalah memprioritaskan kebijakan perlindungan buruh kebun sawit," kata Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/1/2022).
Achmad menjelaskan, kebijakan yang ada saat ini belum cukup melindungi buruh kebun sawit karena tidak mengatur spesifik terkait buruhnya. Karena itu, pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Buruh Pertanian dan Perkebunan harus segera dilakukan.
RUU tersebut diinisiasi oleh DPR dan telah dimasukkan ke dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2019-2024. Namun, kata Achmad, perkembangan RUU tersebut belum signifikan.
"Mengingat industri ini cukup penting bagi Indonesia, sudah selayaknya perlindungan dan kesejahteraan buruh kebun sawit menjadi perhatian pemerintah dengan menghadirkan kebijakan yang mendukung serta pengawasan yang ketat di lapangan dan memasukkan RUU ini dalam prolegnas 2022 agar segera di bahas," kata Achmad.
Di sisi lain, Sawit Watch juga mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus dugaan perbudakan pekerja sawit di kediaman Terbit. Kasus dugaan perbudakan ini sangat ironis karena terjadi di industri penyumbang devisa terbesar Indonesia.
"Pemerintah dapat mengusut siapa saja pihak yang terlibat dan sudah berapa lama praktik tersebut berlangsung, termasuk dari mana buruh tersebut didatangkan apakah dari wilayah setempat atau didatangkan dari luar," kata Zidane, Spesialis Buruh di Sawit Watch.
Zidane juga meminta pemerintah melakukan pemulihan terhadap puluhan korban. "Kondisi buruh tersebut sangat jelas bertentangan dengan prinsip kerja layak. Dugaan perlakuan buruk yang dialami buruh dimaksud melanggar konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE, melaporkan ke Komnas HAM soal adanya kerangkeng atau sel manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin. Kerangkeng itu digunakan untuk memenjarakan pekerja kebun sawit milik Terbit.
Migrant CARE mengungkapkan, ada 40 orang yang diduga jadi korban perbudakan di rumah Terbit. Mereka setiap hari dipekerjakan di kebun sawit selama 10 jam dan hanya diberi jatah makan dua kali. Selain tak menerima gaji, mereka juga disiksa.
Baca juga : Golkar Pecat Bupati Langkat Jika Ditemukan Unsur Pelanggaran HAM
Polisi menyebut, puluhan orang yang ditahan dalam sel tersebut sudah dipulangkan. Polisi kini sedang menyelidiki kasus ini.
Terungkapnya keberadaan sel di rumah Terbit tak berselang lama usai dirinya ditangkap dalam perkara suap. KPK telah menetapkan Terbit sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022, dengan barang bukti uang Rp 786 juta.