REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Sekurangnya lima orang yang terdiri dari dua tentara dan tiga warga sipil telah tewas dalam serangan pemberontak Houthi di provinsi Marib, Yaman, Rabu (26/1/2022) waktu setempat. Sumber medis mencatat 23 orang lainnya terluka, termasuk beberapa dalam kondisi kritis.
Seperti dilansir laman Middle East Eye, Kamis (27/1/2022), sebuah sumber militer pro pemerintah mengatakan bahwa sebuah rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi mendarat di Marib. Serangan tersebut terjadi sehari setelah pejuang milisi pro pemerintah dari Brigade Raksasa yang didukung Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan, telah mengusir Houthi dari Harib, sebuah distrik utama di selatan Marib.
Menyusul kekalahan teritorial, Houthi melancarkan serangan ke UEA yang menewaskan tiga orang pada bulan ini. Pekan ini, Houthi juga kembali menyerang Abu Dhabi namun dihalau oleh pihak keamanan UEA. UEA adalah bagian dari koalisi pimpinan Saudi yang memerangi pemberontak untuk mendukung pemerintah.
Selama beberapa bulan terakhir, Houthi yang bersekutu dengan Iran memang telah berjuang merebut Marib, benteng terakhir pemerintah di utara. Wilayah itu merupakan provinsi kaya minyak.
Arab Saudi menuduh saingan regional Iran memberikan dukungan militer kepada Houthi. Namun Teheran membantah klaim tersebut. Sementara itu, kelompok hak asasi Amnesty International mengatakan pada Rabu bahwa koalisi menggunakan amunisi berpemandu presisi buatan Amerika Serikat (AS) dalam serangan yang menghantam sebuah penjara Yaman pekan lalu.
Doctors Without Borders (MSF) mencatat serangan di Saada yang dikuasai pemberontak menewaskan sedikitnya 70 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya pada pekan lalu. Koalisi telah membantah berada di balik serangan itu.
Namun Amnesty mengatakan, ahli senjatanya menggunakan foto-foto sisa-sisa senjata untuk mengidentifikasi bom berpemandu laser GBU-12 seberat 500 pon yang digunakan dalam serangan itu. Yaman telah dilanda kekerasan dan ketidakstabilan sejak 2014, ketika kelompok pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran merebut sebagian besar negara itu, termasuk ibu kota Sanaa.
Ratusan ribu jiwa telah tewas dan jutaan penduduk lainnya mengungsi dalam perang di Yaman, yang telah disebut PBB sebagai salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi yang bertujuan untuk mengembalikan pemerintah Yaman. PBB memperkirakan sekitar 80 persen atau sekitar 30 juta jiwa populasu negara itu membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan, sementara lebih dari 13 juta jiwa dalam bahaya kelaparan.