REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Jawa Barat melimpahkan kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan anggota DPR, Arteria Dahlan terhadap masyarakat Jawa Barat ke Polda Metro Jaya. Namun hingga saat ini, Polda Metro Jaya masih enggan memberikan keterangan mengenai pelimpahan laporan Majelis Adat Sunda tersebut.
Republika.co.id berupaya meminta konfirmasi kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan terkait pelimpahan itu. Terakhir Republika.co.id mengirim pesan singkat dan mencoba menelepon Zulpan pada Kamis (27/1) sore WIB. Namun Zulpan belum memberikan respon mengenai pelimpahan laporan tersebut. Padahal, kasus yang sempat menjadi sorotan masyarakat itu sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya sejak Selasa (25/1), lalu.
Sebelumnya, Polda Jawa Barat menyampaikan bahwa laporan pengaduan Majelis Adat Sunda terhadap politikus PDI Perjuangan itu dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Pelimpahan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya dikarenakan locus delicti atau peristiwa kejadian terjadi di wilayah Jakarta.
"Ya betul, sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, karena memang kejadiannya di sana (Jakarta)," ungkap Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Ibrahim Tompo, saat dikonfirmasi, Kamis (27/1).
Kasus dugaan ujaran kebencian yang menyeret Arteria itu berawal pada saat Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Kejaksaan Agung di Gedung DPR pada Senin (17/1), lalu. Ketika itu, Arteria meminta Jaksa Agung mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang berbicara dengan Bahasa Sunda saat rapat kerja.
"Ada kritik sedikit Pak JA (Jaksa Agung), ada kajati pak, dalam rapat dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti pak itu," kata Arteria Dahlan.
Pernyataan Arteria itu menuai kecaman dari sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Majelis Adat Sunda. Kemudian mereka melaporkan Arteria ke Polda Jawa Barat. Pernyataan terbuka Arteria dalam rapat di DPR itu dinilai sebagai penistaan terhadap suku bangsa yang ada di Indonesia, bukan hanya suku Sunda.
"Kami sengaja melapor, pada intinya adalah pelanggaran konstitusi, ada Pasal 32 ayat 2 (UUD 1945) yang harus memelihara bahasa daerah, bukannya melarang bahasa daerah," ujar Pupuhu Agung Dewan Karatuan Majelis Adat Sunda, Ari Husein.