REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Organisasi Difabel mencatat sepanjang pandemi covid-19 berlangsung kondisi kelompok difabel di tengah kondisi sosial dan ekonomi makin terhimpit. Catatan ini didapat dari survey yang dilakukan terhadap 1.597 responden di 34 Provinsi di Indonesia.
Perwakilan Jaringan Organisasi Disabilitas Respon Covid-19, Ishak Salim menjelaskan dampak covid-19 kepada kelompok difabel menyasar segala aspek kehidupan. Kondisi ini mendesak respon pemerintah untuk memberikan perhatian lebih utama kepada kelompok rentan.
"Imbas pandemi yang sudah berlangsung sejak 2020 menjadikan kelompok difabel makin rentan dari aspek ekonomi maupun sosial," ujar Ishak, Jumat (27/1).
Ishak menjelaskan, hasil survey menunjukan 86 persen difabel sulit memenuhi kebutuhan pokok selama pandemi. Sedangkan 60 persen difabel bahkan tak bisa mengakses layanan kesehatan.
Dalam kehidupan sehari hari dampak pandemi berimbas pada 65 persen kelompok difabel sulit mendapatkan pendampingan untuk mendukung kegiatan sehari hari.
Dari sisi Ekonomi, 50 persen difabel mengalami penurunan pendapatan secara signifikan. Terutama pada kelompok difabel yang mempunyai UMKM, pandemi menggerus pendapatannya.
Sedangkan dari sisi pendidikan, 50 persen dari kelompok difabel terutama para pelajar tak bisa mengikuti proses belajar mengajar akibat keterbatasan peralatan dan teknologi.
Ishak menilai, perlu ada intervensi pemerintah yang lebih jelas terkait pengentasan persoalaan ini. Pertama, menurut Ishak perlu adanya sistem dan peta jalan mewujudkan pendataan disabilitas yang komprehensif lintas kementerian.
"Sehingga menyelesaikan persoalan bukan hanya tanggung jawab Kementerian Sosial saja. Pengarusutamaan anggaran yang khusus dialokasikan untuk membantu kelompok difabel harus menjadi prioritas seluruh kementerian," ujar Ishak.
Kedua, kata Ishak perlu adanya keterlibatan dan partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi program yang dilakukan pemerintah.
Ketiga, penyusunan skema manfaat khusus bagi penyandang disabilitas. Keempat, memperkuat sistem perlindungan sosial terutama akses ke program bantuan tunai bagi penyandang disabilitas. Kelima, memperkuat akses pekerjaan formal dan pelatihan keterampilan bagi penyandang disabilitas.
"Terakhir, mengatasi hambatan pembelajaran jarak jauh bagi siswa penyandang disabilitas dengan memberikan dukungan psikososial untuk pembelajaran jarak jauh, ketersediaan internet/jaringan data Ketersediaan teknologi yang aksesibel," ujar Ishak.
Perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan, Nora Kartika menjelaskan Menurutnya pandemi ini menjadi hantaman keras terutama di sektor ketenagakerjaan. Memulihkan dan memperluas akses tenaga kerja serta aksesibilitasnya menjadi tantangan di masa pandemi, mulai dari peluang di tringkat local juga sampai nasional.
“Kami tentu berkomitmen, dari hasil survey dan rekomendasi itu jadi gambaran buat kami, terutama untuk mengefektifkan lagi upaya menciptakan ketenagakerjaan yang inklusif, melalui Unit Layanan Disabilitas Ketenagakerjaan” tutur Nora.
Staff Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial Bambang Krido Wibowo menjelaskan Kemensos berkomitmen untuk memperbaruhi data sesuai kebutuhan kelompok difabel.
“Konsen kami untuk sementara ini mengembangkan pendataan melalui aplikasi-aplikasi dimana secara alur data akan diinput dari daerah,” katanya.