Sabtu 29 Jan 2022 03:55 WIB

Singapura akan Bisa Latihan Perang di Natuna, Eks Kabais: Pelanggaran Kedaulatan

"Pemberian izin pada Singapura untuk latihan perang itu sangat merugikan Indonesia."

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Militer Singapura/ilustrasi.
Foto: AFP
Militer Singapura/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Ponto mengatakan, kesepakatan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA) Indonesia-Singapura yang di dalamnya membolehkan Singapura mengadakan latihan perang bersama negara lain di wilayah Natuna sangat merugikan Indonesia. Soleman menyebut, perjanjian ini sama artinya dengan melanggar kedaulatan karena memberikan kedaulatan Indonesia bisa digunakan untuk Singapura.

"Pemberian izin kepada Singapura untuk latihan perang itu sangat merugikan Indonesia, bagaimana kedaulatan Indonesia digunakan negara asing untuk latihan perang mereka, termasuk negara lain bagaimana coba logikanya," ujar Soleman kepada Republika, Jumat (28/1).

Baca Juga

Soleman pun mempertanyakan alasan dibalik disepakatinya perjanjian kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura ini yang sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia. Tetapi justru membahayakan kedaulatan Indonesia.

Ia mencontohkan, jika militer Singapura mengajak militer negara lain untuk berlatih perang di wilayah NKRI tanpa mengajak serta militer Indonesia.

"Kalau terjadi di situ terjadi tabrakan dan sebagainya, kemudian harus menutup wilayah itu ketika Singapura adakan latihan, itu kan kerugian, mana ada keuntungan bagi Indonesia. Kalau alasan hanya berbaik-baik untuk latihan, tidak perlu perjanjian boleh menggunakan daerah ini, minta surat saja dikasih," ujarnya.

Soleman melanjutkan, apalagi jika Singapura menggunakan wilayah teritorial Indonesia untuk melakukan latihan perang dengan negara lain seperti Malaysia, Australia dan negara lain yang berbeda sikap dengan Indonesia.

"Ingat, Singapura, Malaysia, Australia terikat dalam aliansi Five Power Defence Agreement (FPDA). Nah kalau mereka latihan perang-perangan di wilayah teritorial Indonesia apa kita mau?" tanya Soleman.

Karena itu, ia menegaskan, pentingnya kedaulatan wilayah bagi kewibawaan suatu negara. Karena itu, alumnus Akademi Angkatan Laut tahun 1978 ini menilai perjanjian yang memberikan izin penggunaan wilayah NKRI untuk latihan perang termasuk melanggar kedaulatan.

"Kalau dibilang tidak melanggar kedaulatan karena sudah perjanjian, justru adanya perjanjian itu sudah melanggar kedaulatan, kesepakatan penggunaan wilayah teritorial Indonesia untuk latihan perang itulah pelanggaran kedaulatan,  termasuk orang-orang yang membuat perjanjian itu semua melanggar kedaulatan," katanya.

Menurutnya, dalam hubungan internasional, penggunaan suatu wilayah kedaulatan suatu negara oleh negara asing lainya dapat dilakukan dengan dua macam perjanjiaan, yakni perjanjian sewa menyewa dan kedua adalah perjanjian servitude. Namun, ia mempertanyakan perjanjian kerja sama pertahanan Indoensia-Singapura tersebut apakah itu kesepakatan sewa menyewa atau kesepakatan servitude.

Ia menjelaskan, kalau sewa menyewa berarti Singapura akan membayar sejumlah uang dan Indonesia akan memberikan wilayah tertentu yang berada dalam kedaulatan Indonesia untuk digunakan oleh Singapura. Soleman mencontohkan perjanjian Inggris yang menyewa Hongkong dari China selama 99 tahun.

Sementara, jika perjanjian servitude artinya perjanjian itu berarti Indonesia memberikan servis kepada Singapura untuk menggunakan wilayah Bravo di Barat Daya Natuna tersebut untuk berlatih perang.

"Jadi wilayah daerah Bravo itu apakah akan disewa oleh Singapura? Atau Indonesia memberi servis kepada Singapura untuk dapat menggunakan wilayah itu untuk melaksanakan latihan perang. Bisa dibayangkan bagaimana kalau Singapura menggunakan wilayah teritorial Indonesia untuk melakukan latihan perang-perangan dengan negara lain yang musuh Indonesia," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dan Singapura bersepakat untuk bekerjasama di bidang politik, hukum dan keamanan serta kerjasama pertahanan. Salah satunya, Perjanjian Kerja Sama Pertahanan DCA yang di dalamnya memuat kesepakatan di mana Singapura dapat mengajukan hak menggelar latihan tempur dan perang bersama negara lain di wilayah bernama area Bravo di barat daya Kepulauan Natuna.

Perjanjian kerja sama ini pun dipertanyakan oleh mayoritas anggota Komisi I DPR RI saat rapat bersama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada rapat Kamis (27/1/2022) kemarin. Sebab, kerja sama yang pernah ditolak DPR pada 2007 lalu itu dinilai sama sekali tidak menguntungkan Indonesia.

Namun, seusai rapat, Menhan Prabowo Subianto menjelaskan kepada wartawan bahwa kesepakatan militer dengan Singapura tidak membahayakan Indonesia.

"Sama sekali tidak (membahayakan), saya kira sudah latihan banyak negara kok dan secara tradisional mereka juga latihan di situ. Kita butuh persahabatan dengan Singapura dan kita menganggap Singapura negara sahabat kita," jawab Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Prabowo mengatakan, latihan militer dan perang Singapura di wilayah bernama area Bravo di barat daya Kepulauan Natuna haruslah mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia. Isi kesepakatan yang sama dengan DCA 2007 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Intinya sama, karena memang kita istilahnya ingin mengaktualisasi," ujar Prabowo.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement