REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KH Asrori Ahmad tidak hanya dikenal sebagai seorang kiai pesantren dan penulis produktif, tapi juga dikenal sebagai seorang ulama yang sangat memuliakan para penghafal Alquran. Bahkan, Kiai Asrori melayani para penghafal wahyu Allah tersebut dengan tangannya sendiri.
Sejarawan Rijal Mumazziq pernah menanyakan hal ini kepada salah satu putra Kiai Asrori, Kiai Ma’ruf Asrori. Menurut Kiai Ma’ruf, dari dulu Kiai Asrori memang memuliakan para penghafal Alquran .
“Setahu saya, Abah dulu itu sangat memuliakan para penghafal Aqur’an. Pokoknya, kalau ada seorang hamilul qur’an singgah di rumah, Abah memilih meladeni mereka ini dengan tangannya sendiri,” ujar Kiai Ma’ruf.
Kiai Asrori rela membuatkan kopi, mengantarkan suguhan, mempersiapkan makan, hingga memijit kaki para penghafal Alquran, dan lantas memberi mereka sebuah hadiah. Karena itu, tak heran jika cucu-cucu Kiai Asrori sekarang ini banyak yang menghafalkan Alquran .
“Saya menduga, cucu-cucu beliau tergerak hatinya untuk menghafalkan Alquran itu ya karena khidmah si Mbah mereka dalam rangka muliakan para penghafal Alquran ini,” ucap Kiai Ma’ruf.
Selain memulaikan para penghafal Alquran, menurut Rijal Mumazziq, Kiai Asrori juga merupakan seorang pendakwah yang cerdik. Ia menjadi “pawang jin”. Biasanya, ketika berceramah keliling ke berbagai daerah, di antara pertanyaan yang diajukan adalah, “Apakah di daerah sini ada pohon angker?”
Karena, pada saat itu masih banyak masyarakat yang mempercayai kekuatan pohon-pohon keramat. Pohon itu dipercaya ada penunggunya, sehingga siapapun yang mau menebang pohon itu akan sakit, gila, atau menuai tulah. Biasanya, pohon itu sudah berusia ratusan tahun dengan ukuran yang sangat besar, dan beraura mistik. Karena itu, terkadang ada sesajen di sekitarnya.
Dari situ, kemudian Kiai Asrori menawarkan dirinya untuk menebang dan membeli pohon tersebut. Awalanya, biasanya pemiliknya akan menolak. Tapi, Kiai Asrori terus merayunya hingga akhirnya memperoleh izin. Itupun dengan jaminan bahwa jin penunggu pohon tersebut tidak mengamuk setelah rumahnya dirobohkan.
Jin pohon itu kemudian dievakuasi oleh Kiai Asrori atau lebih tepatnya direlokasi ke rumah barunya dan dikumpulkan dengan komunitasnya. Setelah itu, baru Kiai Asrori menebang pohon tersebut. Setelah tumbang dan dibeli, dengan cerdik Kiai Asrori menggergajinya hingga menjadi serpihan yang bisa dijual, dan sebagian lagi dipakai untuk membangun kamar santri.
Menurut Rijal Mumazzik, apa yang dilakukan Kiai Asrori tersebut setidaknya menghasilkan dua keuntungan. Pertama, secara akidah masyarakat terbebas dari paham animisme-dinamisme yang mengarah pada kemusyrikan. Kedua, secara ekonomi Kiai Asrori bisa mendapatkan bahan baku murah berkualitas.