Sabtu 29 Jan 2022 13:10 WIB

Ide Brilian Habibie di Balik Pendirian Badan Standar Nasional

Habibie mendirikan Badan Standar Nasional dan sempat mendapat penolakan

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Presiden RI ketiga, BJ Habibie. Habibie mendirikan Badan Standar Nasional dan sempat mendapat penolakan
Foto: Republika TV
Presiden RI ketiga, BJ Habibie. Habibie mendirikan Badan Standar Nasional dan sempat mendapat penolakan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Mantan Ketua Dewan Riset Nasional dan Badan Standarisasi Nasional, Bambang setiadi menilai ide mantan Presiden RI ke-3 Prof Baharuddin Yusuf Habibie yang menginisiasi terbentuknya Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah memberikan kemaslahatan yang besar bagi bangsa Indonesia saat ini.

Bambang mengenang bagaimana BSN bisa menetapkan standar seperti dalam penggunaan tabung gas yang akhirnya bisa menyelamatkan banyak masyarakat dari bahaya ledakan tabung gas. Selain itu upaya menetapkan standarisasi helm yang dilatarbelakangi karena meningkatnya korban kecelakan lalu lintas.  

Baca Juga

Dia menilai semua bisa terjadi karena yang membuat inisiasi berdirinya BSN untuk menjadi yang membuat standar itu Pak Habibie.

"Pak Habibie itu ketua yang pertama dan dia itu adalah dewan standarisasi nasional. Jadi pikiran pikiran Pak habibie sampai saat ini itu mempengaruhi secara nasional. Bayangkan sekarang penggunaan tabung gas seperti apa tidak terjadi lagi ledakan," kata Bambang dalam peluncuran buku "SAYA, Baharuddin Yusuf Habibie" yang ditulis anggota Dewan Pembina the Habibie Center, A Makmur Makka pada Sabtu (29/1/2022). 

Menurut Bambang ketika BSN hendak dibentuk banyak pihak mencibir visi Habibie tersebut. Namun demikian sering waktu, kehadiran BSN begitu sangat penting terutama dalam menentukan standar suatu produk agar aman digubakan oleh masyarakat luas.  

Sementara itu Rektor Universitas Multimedia Nusantara Jakarta, Ninok Leksono mengapresiasi buku SAYA, Baharuddin Yusuf Habibie. Menurut Ninok buku tersebut membawa pembaca menyelami lebih dalam pemikiran-pemikiran Habibie terutama tentang teknologi. Pada buku tersebut, menurut Ninok pembaca juga akan menemukan bagaimana hubungan Habibie dengan Soeharto, dan kisah tentang orang yang meminta Habibie pulang ke Indonesia.  

Selain itu, menurut Ninok di buku tersebut pembaca dikenalkan pada konsep pembangunan nilai tambah, empat tahapan transformasi Industri dan lainnya. Ninok juga mengungkapkan bagaimana kedekatan Habibie dengan para wartawan yang kerap meliput teknologi dan sains.  

"Dalam buku ini saya mendukung, bahwa kemajuan Indonesia itu ditentukan dua teknologi. Yaitu teknologi dirgantara dan penguasaan teknologi maritim," kata Ninok.  

Menurut Ninok dari buku tersebut dia menilai kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membutuhkan pemimpin, dukungan politik dam dana. Hal itu yang saat ini dinilainya masih minim. 

Dalam buku tersebut, menurut Ninok juga disampaikannya tentang bagaimana membangun kecintaan terhadap ilmu pasti. Namun demikian pada masa kini, Ninok menilai ketertarikan generasi muda pada sains dan teknologi masih minim.Selain itu menurut Ninok buku tersebut juga mendorong untuk terus cinta terhadap karya bangsa. 

"Kita patut garis bawahi bahwa menurut riset itu kecintaan generasi muda pada IPTEK itu merosot. Lulusan SMA yang mau masuk IPTEK itu hanya 15 persen, 10 persen ke teknologi dan 5 persen ke sains. Itupun yang ke teknologi bukan yang Hard Technologi seperti Mechanical Engineering atau Electrical Engineering. Tapi lebih ke sistem informasi," katanya.   

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement