REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB menegaskam kembali komitmennya pada prinsip solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Konflik tersebut telah berlangsung lebih dari tujuh dekade.
“PBB telah bekerja dan akan terus bekerja atas dasar solusi dua negara yang memberikan kedua negara, Israel dan Palestina, hidup berdampingan dalam perdamaian serta keamanan,” kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq kepada awak media, dikutip laman Anadolu Agency, Sabtu (29/1/2022).
Haq pun menyinggung tentang pernyataan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett yang menyebut tidak akan mengizinkan pembentukan negara Palestina selama dia masih memerintah. ““Kami telah mendengar hal-hal berbeda yang dikatakan oleh orang yang berbeda dan pihak yang berbeda selama bertahun-tahun. Tetapi kami terus mematuhi ini (prinsip solusi dua negara), karena kami percaya bahwa ini adalah satu-satunya cara realistis untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat,” ucapnya.
Pada Kamis (27/1/2022) lalu, Bennett mengatakan bahwa selama dia masih menjabat sebagai perdana menteri Israel, tidak aka nada implementasi Perjanjian Oslo. Pada 1993, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel menandatangani Perjanjian Oslo. Perjanjian itu memberi Palestina bentuk pemerintahan sendiri.
Namun negosiasi untuk menyelesaikan kesepakatan dan mengarah pada pembentukan negara Palestina tetap gagal. Sejak 2014 Israel dan Palestina tak lagi melanjutkan perundingan damai. Hal itu karena Israel menolak tuntutan Palestina untuk menghentikan pembangunan permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki, terutama Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Pada Desember 2017, Palestina pun memutuskan mundur dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi Amerika Serikat (AS). Langkah itu diambil setelah mantan presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS menjadi negara pertama yang melakukan hal demikian.