REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kasus yang jarang terjadi, Covid-19 dapat menyebabkan beberapa efek samping yang cukup mengerikan di area bawah laki-laki. Ereksi yang terus-menerus, yang secara medis disebut priapisme, telah terlihat pada beberapa pasien Covid-19.
Ketika tidak ada penyebab lain yang jelas, maka viruslah yang menjadi biang keladinya. Dalam laporan baru yang diterbitkan dalam jurnal Urology, petugas medis di Wina, Austria menggambarkan kasus seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dengan priapisme.
Dilansir The Sun pada Sabtu (29/1), anak laki-laki itu telah mengalami ereksi terus menerus selama lebih dari satu hari pada saat dia sampai di rumah sakit. Kondisi itu menyebabkan dia kesakitan.
Priapismus iskemik, bentuk paling umum dari kondisi ini, adalah akibat dari darah yang tidak dapat keluar dari penis. Jika tidak ditangani, priapisme bisa menyebabkan kematian jaringan atau disfungsi ereksi.
Terhadap anak laki-laki tersebut, dokter sempat menggunakan jarum untuk "menusuk" penisnya dan mengalirkan sebagian darahnya. Namun, langkah itu tidak berhasil dan menjadi terlalu menyakitkan untuk si anak.
Pasien itu kemudian dibius agar bisa dilakukan upaya lain. Meskipun sempat terkendala, penisnya akhirnya menjadi lembek kembali.
Persoalannya, selang 24 jam kemudian, pasien mulai mengalami priapismus berulang. Kali ini, dia tidak mengalami rasa sakit apa pun.
Pemindaian menunjukkan beberapa pembekuan darah di corpora cavernosa, jaringan spons di batang penis yang terisi darah untuk menyebabkan ereksi. Pada akhirnya, para dokter mengatasi masalah itu dengan mengoleskan kompres es dan kompresi pada perineum, yang merupakan area kulit antara alat kelamin dan anus.
Namun, sekali lagi, anak laki-laki itu kembali ke rumah sakit tiga hari kemudian dengan ereksi yang "sepenuhnya kaku dan ngilu" serta rasa sakit yang khas. Setelah merawatnya, pasien dirujuk ke spesialis untuk memastikan tidak memiliki kelainan darah, seperti penyakit sel sabit, yang mungkin berada di balik masalah berulang.
Sejumlah kondisi dikesampingkan. Delapan pekan kemudian, anak itu kembali sehat sepenuhnya.
Dokter mengatakan, bocah itu pertama kali terkena Covid-19 tujuh pekan sebelum kejadian. Anak tersebut kembali memiliki tes positif saat di rumah sakit, yang menunjukkan dia telah tertular lagi.