REPUBLIKA.CO.ID, Lahan seluas sekitar 500 meter persegi di Jalan Karanggan, Desa Karanggan, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor dimanfaatkan oleh pria berinisial AS (32 tahun), menjadi sebuah gudang. Bukan sembarang gudang, AS menggunakan gudang ini untuk menyelundupkan puluhan ribu liter solar bersubsidi sejak November 2021.
Selama dua bulan lamanya, pria bertubuh gempal ini menjalankan perannya sebagai pemilik tempat dan pemodal. Sama seperti status pekerjaan yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya, wiraswasta.
Tidak sendirian, AS mengajak 12 orang warga sekitar gudang untuk menjadi karyawannya. Mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, serta berlatar pendidikan rendah, menurut untuk diajak bekerja dengan AS. Tanpa mengetahui latar belakang dari pekerjaan yang mereka lakukan.
Tak ayal, ketika dibekuk polisi pada Senin (24/1), hanya AS yang ditetapkan menjadi tersangka. Sedangkan 12 karyawan AS untuk sementara baru dijadikan saksi.
Sehari-hari, 12 karyawan AS diminta untuk berkeliling Bogor, Depok, dan Cibubur, mendatangi SPBU demi SPBU. Menggunakan lima unit mobil boks yang telah dimodifikasi, para karyawan AS berlagak membeli bensin seperti biasa dari SPBU tersebut secara berulang-ulang agar tidak dicurigai masyarakat. Setelah berkeliling, solar bersubsidi tersebut ditimbun di gudang Jalan Karanggan.
“Kalau sepengetahuan mereka (karyawan) sementara mereka hanya direkrut untuk bekerja, gitu aja. Karena mereka pendidikannya masih rendah, belum begitu paham. Tersangka pun tidak mendapat arahan dari siapapun, karena motifnya ingin mencari keuntungan,” ujar Kasat Reserse Kriminal Polres Bogor, AKP Siswo Tarigan, kepada Republika.
AS menyimpan solar selundupannya di dalam gudang yang tertutup tembok beton setinggi sekitar 3 meter. Pintu pagar tinggi yang menjadi jalan utama di gudang tersebut juga tampak selalu tertutup. Polres Bogor pun belum menemukan dugaan ‘backing’ yang mengawal AS, hingga bisa menjalankan aksinya berulang-ulang selama dua bulan.
Setelah dibongkar oleh jajaran Polres Bogor bersama Tim Kawal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Kementerian BUMN, di dalamnya terdapat lima unit mobil box yang dimodifikasi, masing-masing berisi dua kempu berkapasitas 2.000 liter. Ditemukan juga 30 kempu berisi solar masing-masing kapasitas 1.000 liter, satu buah tangki duduk berisi solar kapasitas 8.000 liter, dua buah drum berisi solar, serta alat sedot.
Jika ditotal, jumlah solar bersubsidi yang berhasil ditimbum AS sebanyak 48 ribu liter. Tak lupa, ada berbagai peralatan kantor seperti laptop, printer, pulpen, surat jalan, nota barang masuk, kalkulator, ratusan segel, juga uang tunai senilai Rp 32 juta.
Belum berhenti sampai di situ, setiap hari AS bisa menjual 20 ribu liter bersubsidi ke konsumen. Dalam menyalurkan solar bersubsidi ini, AS bekerjasama dengan sebuah perusahaan bernama PT MPP.
Hingga saat ini, oknum dari PT MPP berinisial IN masih dalam pengejaran polisi. Setiap hari, IN datang ke gudang milik AS menggunakan truk tangki, menyedot solar hasil timbunan, dan menjualnya ke pabrik-pabrik atau industri di Tangerang dan Bekasi. Polisi pun belum mengetahui berapa pabrik yang membeli solar dari AS dan PT MPP.
Sehari-hari AS membeli solar bersubsidi dari sejumlah SPBU seharga sekitar Rp 5.150 per liter Kemudian dijual ke industri dengan harga Rp 8.300 per liter. Dengan disparsitas harga yang ada, AS mendapat keuntungan per hari senilai Rp 46 juta hingga Rp 50 juta, dengan menjual solar sebanyak 20 ribu liter setiap hari.
Tim Kawal BUMN awalnya mengetahui ada aksi penyelundupan dan penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dari infomasi yang disampaikan masyarakat, kepada Deputi Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN. Bahkan, Koordinator Tim Kawal BUMN, Chairul Anwar, menduga adanya keterlibatan SPBU dalam aksi yang dilakukan AS.
Dia tak segan untuk menyerahkan SPBU-SPBU yang bersangkutan ke PT Pertamina, apabila Polres Bogor menemukan adanya keterlibatan mereka. Ia pun merasa geram. Solar bersubsidi yang seharusnya diterima masyarakat, justru dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Serta disalurkan kepada pihak yang tidak berhak menerimanya. Bahkan mengakibatkan kerugian negara selama dua bulan sebesar Rp 3 miliar.
“Yang pasti itu ada kerja sama atau kolaborasi antra kelompok mereka dengan SPBU, pasti ada. Mereka beli dari SPBU-SPBU, itu kan untuk masyarakat tapi dijual ke industri. Jadi ini jelas merugikan negara,” ucap Chairul beberapa waktu setelah penggerebekan.
Akibat perbuatannya, AS akan dijerat dengan pasal 55, dan atau pasal 53 huruf b,c,d Jo. Pasal 23 UU RI Nomor 22 tahun 2001. Dengan ancaman pidana paling lama enam tahun dan denda Rp 60 miliar.