REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan DPRD Kota Bogor telah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022 sebesar Rp 2,53 triliun. Hal tersebut tertuang di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2021 tentang APBD Tahun Anggaran 2022 dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 154 Tahun 2021 Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2022.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah, memerinci pendapatan daerah Rp 2,32 triliun, belanja daerah Rp 2,52 triliun, dan pembiayaan daerah untuk penerimaan Rp 205,4 miliar, pengeluaran Rp 12,5 miliar. Pendapatan daerah direncanakan Rp 2,32 triliun yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
“PAD direncanakan sebesar Rp 1,1 triliun yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,” kata Syarifah, Ahad (30/1).
Syarifah menuturkan, untuk PAD dari pajak daerah ditargetkan Rp 774,1 miliar terdiri dari pajak hotel Rp 95 miliar, pajak restoran Rp 150 miliar, pajak hiburan Rp 32 miliar, pajak reklame Rp 11,5 miliar, pajak penerangan jalan Rp 53 miliar, pajak parkir Rp 15 miliar, pajak air tanah Rp 4,7 miliar, pajak PBB-P2 Rp 145 miliar dan BPHTB Rp 267,9 miliar.
Sementara dari retribusi daerah ditargetkan Rp 36,3 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ditargetkan Rp 30,5 miliar dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Rp 269,6 miliar.
Di sisi lain, lanjutnya, untuk Pendapatan Transfer Rp 1,2 triliun yang berasal dari pendapatan transfer pemerintah pusat Rp 969,5 miliar dan pendapatan transfer antar daerah Rp 248,4 miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah direncanakan sebesar Rp 0 yang terdiri atas pendapatan hibah, dana darurat dan lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk anggaran belanja daerah, Syarifah mengatakan, direncanakan sebesar Rp 2,52 triliun yang terdiri dari belanja operasional Rp 2,12 triliun, belanja modal Rp 353,5 miliar, belanja tidak terduga Rp 41 miliar dan belanja transfer Rp 1,7 miliar. Anggaran pembiayaan daerah Rp 192,9 miliar, anggaran penerimaan pembiayaan Rp 205,4 miliar, pengeluaran pembiayaan Rp 12,5 miliar.
“Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah terjadi defisit Rp 192,9 miliar. Sedangkan pembiayaan neto yang merupakan selisih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan direncanakan Rp 192,9 miliar,” imbuhnya.
Syarifah menyebutkan, ada beberapa program prioritas yang akan dilaksanakan di tahun 2022, mulai dari penurunan prevalensi stunting, Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), pembebasan lahan lanjutan Regional Ring Road (R3), pembangunan Masjid Agung (lanjutan), pembangunan sarana olahraga di kecamatan Bogor Utara dan Selatan.
Kemudian, pembangunan Kampung tematik Ecoriparian di Kelurahan Sukaresmi, pembangunan dan penataan pedestrian, bantuan 3.000 guru ngaji, fasilitasi penyandang disabilitas, prasarana dan sarana utilitas permukiman, pemeliharaan sumber daya air, alokasi pendidikan, alokasi kesehatan dan lanjutan pembangunan perpustakaan.
Dorong daerah
Di sisi lain, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2022. Salah satu upayanya, Kemendagri melakukan pembinaan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah (pemda) yang belum menetapkan APBD 2022.
"Kemendagri langsung turun ke daerah, dalam rangka memberikan asistensi dan pembinaan kepada daerah yang belum menetapkan APBD," ujar Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni dikutip dari siaran pers Kemendagri, Ahad (30/1).
Kemendagri terus melakukan monitoring, pembinaan, dan asistensi kepada daerah lain yang belum menetapkan APBD. Kemendagri mencatat hingga per 28 Januari 2022, ada 497 pemda yang telah menetapkan APBD Tahun Anggaran 2022.
Fatoni menegaskan, penetapan APBD di waktu yang tepat sangat berpengaruh pada tersedianya pelayanan dasar dan laju realisasi tahun anggaran berjalan. "Jika APBD belum ada dan belum ditetapkan, akan sulit bagi daerah untuk membayarkan belanja operasional yang terkait dengan pelayanan dasar kepada masyarakat, dan realisasi anggaran daerah akan terganggu," ujar Fatoni.
Fatoni berharap, seluruh pemda tetap konsisten dalam mengimplementasikan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang meliputi modul perencanaan dan penganggaran, penatausahaan serta akuntansi, dan pelaporan. Kemendagri juga telah membentuk Tim Helpdesk yang akan turun langsung untuk membantu daerah dalam memanfaatkan SIPD.
“Kalau daerah terkendala terkait dengan SIPD, bisa langsung koordinasi dengan tim Helpdesk,” terang Fatoni.
Fatoni menuturkan, melalui penggunaan SIPD tersebut, Kemendagri dapat memonitor secara real time daerah yang belum menetapkan APBD. Dengan demikian, Kemendagri bisa memberikan asistensi dan pembinaan agar penetapan APBD dapat dipercepat, sehingga realisasi APBD berjalan maksimal.