Senin 31 Jan 2022 17:33 WIB

Tiga Dugaan Pidana di Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Menurut LPSK

LPSK sudah mendatangi sel tersebut serta mewawancarai korban dan keluarga.

Rep: Febryan. A, Antara/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua LSPK Edwin Partogi Pasaribu memaparkan temuan timnya terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (31/1).
Foto: Republika/Febryan A
Wakil Ketua LSPK Edwin Partogi Pasaribu memaparkan temuan timnya terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (31/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyimpulkan setidaknya ada tiga dugaan tindak pidana terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin. Kesimpulan ini diambil usai tim LSPK mendatangi sel tersebut serta mewawancarai korban dan keluarganya. 

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, dugaan tindak pidana pertama adalah penghilangan kemerdekaan orang atau beberapa orang oleh seseorang atau beberapa orang secara tidak sah. Penghilangan kemerdekaan orang lain ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan. 

Baca Juga

"Hal ini bisa kita sebut adalah penyekapan," kata Hasto dalam konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (31/1/2022). 

Kedua, dugaan tindak pidana perdagangan orang. Sebab, puluhan orang yang dipenjarakan di sana diperkerjakan secara paksa di kebun sawit dan pabrik pengolahan sawit milik Terbit. 

Ketiga, dugaan tindak pidana membuat panti rehabilitasi ilegal. "Terkait hal ini, Badan Narkotika Nasional daerah sudah mengeluarkan pernyataan bahwa ini bukan panti rehabilitasi yang sah," ujar Hasto. 

Tim LSPK melakukan investigasi atas kasus ini dalam beberapa hari sejak Kamis (27/1/2022). Tim mendapatkan 17 temuan. Beberapa di antaranya adalah kondisi kerangkeng sangat tidak layak ditempati, korban diperkerjakan tanpa upah, korban dibatasi untuk beribadah dan berkomunikasi, ada batasan waktu penahanan minimal 1,5 tahun, serta ada korban yang meninggal dunia akibat penyiksaan. 

Tim LPSK sudah menyerahkan 17 temuan itu kepada Kapolda Sumatera Utara. Hasto meminta polisi menyelidiki kasus ini hingga tuntas. Apabila polisi sudah menyatakan kasus ini sah tindak pidana, barulah LPSK bisa memberikan perlindungan kepada korban maupun saksi. 

"Kami mendorong aparat penegak hukum untuk segera melakukan tindakan yang diperlukan guna menetapkan apakah ini suatu tindak pidana atau bukan. Tetapi temuan tim kami menemukan indikasi kuat bahwa ada tindak pidana," ujarnya. 

Sebelumnya, tim KPK menemukan kerangkeng manusia ketika menggeledah rumah Terbit terkait kasus suap. Temuan kerangkeng itu lantas dilaporkan oleh lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE, ke Komnas HAM, Senin (24/1). 

Migrant CARE menduga, puluhan orang yang ditahan di sana adalah korban perbudakan dan penyiksaan. Mereka dikerangkeng dan diperkerjakan di kebun sawit setiap hari tanpa digaji. 

Pekan lalu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengapresiasi Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak yang membantu penyelidikan kerangkeng di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kabupaten Langkat.

"Kami di sini didukung teman-teman dari Polda Sumut untuk melakukan penyelidikan," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (27/1/2022).

Choirul menyebutkan, dalam penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM mendapatkan banyak informasi, terutama adanya perbudakan pekerja. "Jadi kedatangan kami dalam rangka proses penyelidikan terkait adanya laporan yang mengatakan bahwa di rumah Bupati Langkat telah terjadi pelanggaran HAM," ucapnya.

Namun, jelas dia, pihaknya belum bisa memutuskan hasil penyelidikan terkait adanya pelanggaran atau tidak. "Kami belum bisa memberikan kesimpulan karena Komnas HAM masih melakukan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi," kata Choirul.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyebutkan Polda Sumatera Utara telah membentuk tim gabungan terdiri atas Direktorat Kriminal Umum, Direktorat Narkoba, Intelijen, dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk mendalami informasi terkait dengan temuan ruang tahanan di kediaman Bupati Langkat.

"Setelah ditelusuri bahwa bangunan tersebut dibuat sejak 2012 atas inisiatif bupati, belum terdaftar, dan belum memiliki izin sebagaimana diatur dalam undang-undang," kata Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/1/2022).

 

photo
Kerangkeng Manusia Bupati Langkat - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement