Senin 31 Jan 2022 20:08 WIB

Kasus Probable Omicron Jawa Barat Naik 492 Orang

Saat ini, 492 kasus masih harus menjalani 'whole genome sequencing'.

Red: Nora Azizah
Sebanyak 492 orang yang tersebar di Bogor, Depok dan Bekasi, dinyatakan positif COVID-19 yang dikategorikan sebagai probable atau terduga terpapar varian Omicron.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Sebanyak 492 orang yang tersebar di Bogor, Depok dan Bekasi, dinyatakan positif COVID-19 yang dikategorikan sebagai probable atau terduga terpapar varian Omicron.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil (Emil) mengatakan, sebanyak 492 orang yang tersebar di Bogor, Depok dan Bekasi, dinyatakan positif COVID-19 yang dikategorikan sebagai probable atau terduga terpapar varian Omicron. "Per hari ini belum ada konfirmasi Omicron. Namun yang probable, yang terduga mirip-mirip gejalanya itu ada 492 orang probable Omicron. Tetapi itu belum menjadi Omicron karena harus dilakukan pengetesan Whole Genome Sequencing," kata Emil di Gedung Sate Bandung, Senin (31/1/2022).

Emil mengatakan, ke-492 orang tersebut masuk dalam kasus COVID-19 di Jawa Barat. Hanya saja, lanjut dia, harus dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap 492 sampel tersebut untuk menetapkan apakah mereka positif terpapar varian Omicron melalui Whole Genome Sequencing.

Baca Juga

Emil mengatakan, sambil menunggu hasil tes juga dilakukan pelacakan dan pengetesan kontak erat serta perawatan pasien diduga terpapar varian Omicron tetap dilakukan maksimal. Sementara ini, semua kasus COVID-19 varian Omicron terdahulu sebanyak 33 kasus telah sembuh semua. 

Menurut dia, secara keseluruhan, per 30 Januari 2022 terdapat 13.836 orang yang dirawat atau menjalani isolasi karena positif COVID-19 di Jabar. Sedangkan, jika dibandingkan pada 1 Januari 2022, terdapat 532 kasus aktif di Jawa Barat. 

Penambahan kasus hariannya meningkat drastis. Apabila pada 1 Januari 2022 di Jawa Barat hanya bertambah 18 kasus COVID-19 namun pada 30 Januari 2022 tercatat penambahan 2.584 kasus baru di Jawa Barat. Hal tersebut menimbulkan lonjakan angka keterisian rumah sakit di Jawa Barat.

"Di Jawa Barat lonjakan terhadap keterisian rumah sakit sudah mulai terasa. Per hari ini sekitar 15 persen, dari paling rendah sekitar 1,3 persen di tanggal 2 Januari. Jadi di hari-hari awal tahun kita sangat rendah kemudian mengalami peningkatan," katanya.

Emil menyimpulkan bahwa kenaikan kasus ini disebabkan oleh masa libur panjang di akhir tahun 2021. "Sebenarnya bisa disimpulkan memang libur panjang atau perjalanan besar di libur bersama ini mempunyai pengaruh terhadap penyebaran," katanya.

Begitu pun dengan tempat-tempat isolasi COVID-19 di Jawa Barat yang berjumlah sekitar 120 lokasi sudah mulai terisi kembali. Namun uniknya ada dugaan masyarakat yang terkena COVID-19 memilih dirawat di rumah sakit walaupun berstatus tanpa gejala.

"Kami juga minta mengecek agar tidak seperti di Jakarta, Pak Anies pernah menyampaikan bahwa kenaikan BOR (Bed Occupancy Rate)-nya itu ternyata preferensi, bukan karena harus ke rumah sakit," kata dia.

"Jadi orang yang OTG (orang tanpa gejala), daripada di rumah, dia milih ke rumah sakit. Nah ini membuat kebingungan dalam statistik," lanjut dia.

Menurut Ridwan Kamil, seharusnya yang ke rumah sakit adalah yang betul-betul tidak bisa dirawat di rumah. Hal inilah yang akan disampaikannya kepada para kepala daerah di Jawa Barat.

"Ini mah yang bisa dirawat di rumah memilih rumah sakit. Nah karena fenomena itu di Jakarta terjadi, saya meminta kepala daerah di Jawa Barat mengecek ya apakah yang dirawat rawat di rumah sakit memang harus dirawat atau sebenarnya orang yang bisa di rumah tapi punya preferensi ingin di rumah sakit," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement