REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebutkan bahwa harga minyak goreng di Malaysia sekitar Rp8.500 per liter atau lebih rendah dari harga di Indonesia karena Pemerintah Malaysia memberi subsidi. "Mereka mensubsidi sekitar 60.000 kilogram atau 60 juta liter per bulan dengan harga 2,5 ringgit. Jadi pemerintahnya yang mensubsidi," kata Mendag saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR yang disiarkan virtual, Senin (31/1/2022).
Menurut Lutfi, harga pasaran minyak goreng sawit di Malaysia cenderung lebih mahal daripada di Indonesia, di mana harga minyak goreng di Malaysia tanpa subsidi berkisar 6,7 ringgit atau sekitar Rp20.000 per liter dan Rp22.000 per kilogram. Lutfi menjelaskan, harga pasaran minyak goreng yang lebih mahal di Malaysia tidak lepas dari harga CPO yang juga lebih tinggi daripada di Indonesia. Setidaknya terdapat selisih harga sampai US$200 per ton antara CPO Malaysia dan Indonesia.
"Sekarang kalau harga internasional 1.340 dolar AS per ton, mereka ada pajak ekspor 100 dolar AS per ton. Penyerahan CPO di dalam Malaysia itu 1.240 dolar AS per ton, di tempat kita 1.040 dolar AS per ton, makanya di mereka lebih mahal," jelasnya.
Lutfi melaporkan upaya pemerintah dalam menstabilkan harga minyak goreng dan menjaga pasokan agar kebutuhan minyak goreng masyarakat terpenuhi kepada Komisi VI DPR RI di tengah melonjaknya harga internasional komoditas tersebut.
"Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok Kemendag, rata-rata harga Crude Palm Oil (CPO) dunia berbasiskan CPO Ex Dumai, hingga Januari 2022, sudah mencapai harga Rp13.240 per liter. Harga tersebut lebih tinggi 77,34 persen dibandingkan Januari 2021," ujarnya.
Kenaikan harga CPO tersebut, lanjut Lutfi, menyebabkan harga minyak goreng dalam negeri juga mengalami kenaikan dan kenaikan masih akan diperkirakan berlanjut pada 2022. Menyikapi hal tersebut, Kemendag berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan harga terjangkau.