REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Azis Syamsuddin berkomitmen tidak akan kembali ke dunia politik setelah menyelesaikan masalah hukumnya. Hal itu diungkapkan Azis saat membcakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/1/2022).
"Saya juga sudah berdiskusi dengan keluarga saya, seandainya padanya saat nanti jatuh vonis, saya berkomitmen untuk tidak masuk lagi ke dunia politik," kata Azis.
Dalam perkara ini, Azis Syamsuddin dituntut 4 tahun dan 2 bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, karena diduga memberi suap senilai Rp 3,099 miliar dan 36 ribu dolar AS sehingga totalnya sekitar Rp 3,619 miliar kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain. Azis juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
"Saya akan meneruskan perjuangan kehidupan bersama dengan keluarga saya dengan menjadi dosen yang telah saya lakukan selama hampir 8 tahun dan sebagai advokat yang hampir 17 tahun nonaktif karena terikat undang-undang sebagai anggota DPR tidak dapat berperan sebagai advokat," ungkap Azis.
Azis juga menyampaikan permohonan maaf kepada sejumlah pihak. "Saya dengan 10 jari memohon maaf yang setulus-tulusnya. Permohonan maaf sebesar-besarnya kepada konstituen saya, kepada partai yang membesarkan saya, dan lembaga-lembaga negara yang terkait karena saya harus fokus kepada proses hukum yang saya hadapi, sehingga tidak bisa menyelesaikan amanah yang diberikan kepada saya sebagai pimpinan DPR," kata Azis.
Ia berharap proses peradilan yang ia jalani kelak akan menjadi contoh peradilan yang berdasarkan fakta dan mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. "Permohonan maaf saya sebesar-besarnya saya sampaikan kepada istri dan kedua anak saya tercinta, kepada seluruh masyarakat Lampung yang merupakan daerah pemilihan saya sebagai wakil rakyat atas dampak secara langsung maupun tidak langsung dari ujian yang harus saya lalui," kata Azis.
Azis mengaku masalah hukum yang menjeratnya saat ini merupakan kado dari Tuhan. "Saya rindu menjalani keseharian bersama keluarga. Saya berharap bisa mendampingi istri dan keluarga saya. Ibu saya saat ini berusia 75 tahun dan berjuang melawan penyakit kanker yang menyebar ke paru-paru. Oleh karenanya pada persidangan ini, izinkan saya untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam memperjuangkan keadilan, sehingga saya dapat kembali ke keluarga saya, istri saya, anak, dan sahabat serta khususnya masyarakat Lampung," ungkap Azis sedikit terbata-bata.
Azis pun sekali lagi mengungkapkan, ia tidak memiliki niat untuk memberikan suap kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Alasannya, ia yakin Robin tidak punya kapasitas dan kemampuan dalam menentukan kasus.
"Penuntut umum memberikan tuntutan yang imajiner, karena saksi yang satu dengan yang lain tidak saling menguatkan. Ini merupakan pembunuhan karakter saya," ujar Azis.
Azis juga menyebut tidak melakukan sumpah muhabalah dengan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari karena menghargai majelis hakim. "Tidak ada permintaan melakukan sumpah muhabalah dengan saudari Rita Widyasari, karena saya menghargai majelis hakim karena permintaan hakim yang mulia agar tidak melakukan hal tersebut dan saya meyakini saya masih memiliki masa depan dalam bingkai pembangunan menuju Indonesia maju," kata Azis.
Meski mengaku akan meninggalkan gelanggang politik, Azis menyebut bahwa dunia politik adalah jati dirinya. "Dalam dunia politik saya menyadari inilah jati diri saya! Saya dapat mengaktualisasi diri dan berkontribusi dan Insya Allah saya lakukan dengan ikhlas dan bermanfaat bagi masyarakat luas," ungkap Azis.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam surat tuntutannya menyebut Azis Syamsuddin diduga memberikan suap demi mengurus penyelidikan KPK mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK) APBNP Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017 dimana Azis diduga terlibat di dalamnya.