Selasa 01 Feb 2022 06:08 WIB

PLN Konversi 250 MW Pembangkit Diesel ke Surya pada 2022

Tahap kedua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Komitmen PLN dalam mendongkrak porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) dan juga sejalan dengan menekan angka impor bahan bakar minyak (BBM) melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit EBT di Indonesia.
Foto: Istimewa
Komitmen PLN dalam mendongkrak porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) dan juga sejalan dengan menekan angka impor bahan bakar minyak (BBM) melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit EBT di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen PLN dalam mendongkrak porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) dan juga sejalan dengan menekan angka impor bahan bakar minyak (BBM) melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit EBT di Indonesia. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, program konversi PLTD ke EBT ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, PLN akan mengkonversi sampai dengan 250 Megawatt (MW) PLTD yang tersebar di beberapa titik di Indonesia.

Nantinya, PLTD ini akan diganti menggunakan PLTS baseload, yang artinya ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam. "Saat ini kami sedang melakukan lelang dalam satu dua bulan ini. Saat ini sudah ada 160 peserta yang eligible," ujar Darmawan, Senin (31/1/2022).

Baca Juga

Darmawan menyatakan, dalam lelang ini PLN membebaskan spesifikasi baterai yang akan dipakai oleh peserta. PLN mengedepankan para peserta bisa meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai yang efisien dan punya keandalan operasi.

"Jadi teknologi mana yang paling andal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi," ujar Darmawan.

Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 MW. Sehingga bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.

Dalam tahap dua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan keekonomian yang terbaik.

Untuk rencana konversi ke pembangkit berbahan bakar gas, PLN juga bekerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam upaya konversi ini. Beberapa PLTD yang tahun ini juga digarap bersama PGN mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Program gasifikasi ini menyasar daerah terpencil.

"Kita juga bisa memakai opsi untuk menginterkoneksikan kepada sistem transmisi terdekat yang lebih besar sehingga masyarakat tetap bisa menikmati listrik yang andal," ujar Darmawan.

Darmawan juga menjelaskan proyek ini targetnya akan rampung pada 2026 mendatang. Harapannya, sekitar 2.130 titik PLTD yang ada saat ini bisa terkonversi ke pembangkit energi bersih ataupun koneksi ke grid.

Seiring dengan perkembangan teknologi, Darmawan meyakini biaya produksi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia bakal semakin kompetitif dibandingkan dengan pembangkit fosil.

Hal ini bisa dilihat dari terus turunnya harga PLTS dan baterai. Pada tahun 2015 harga PLTS dipatok 25 dolar AS sen per kilowatthour (kWh). Namun saat ini, harga PLTS mampu ditekan berkisar 5,8 dolar AS sen per kWh, bahkan dengan tren saat ini dapat turun dibawah 4 dolar AS sen per kWh.

Sedangkan untuk baterai hari ini harganya mencapai 13 dolar AS sen per kWh yang dulunya sempat di angka 50 dolar AS sen per kWh. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80 persen.

Harga rata-rata paket baterai tipe Li-ion pada tahun 2020 adalah 137 dolar AS per kWh yang dulunya sempat di angka 668 dolar AS per kWh pada tahun 2013. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80 persen.

"Perkembangan teknologi dan inovasi mampu menekan mengurangi harga dari pembangkit EBT. Ini menjawab dilema antara energi bersih tapi mahal atau energi kotor tapi murah. Ini bisa dijawab, bahwa dalam kurun waktu energi bersih dan murah bisa dicapai," tegas Darmawan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement