Selasa 01 Feb 2022 12:12 WIB

Dubes RI di Ankara Sebut Kesultanan di Indonesia Berhubungan dengan Ottoman

Menurut Lalu, Indonesia satu-satunya negara yang tidak berbicara bahasa penjajah.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Turki, Lalu Muhamad Iqbal.
Foto: Dok SDE
Duta Besar Republik Indonesia untuk Turki, Lalu Muhamad Iqbal.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Duta Besar Republik Indonesia untuk Turki, Lalu Muhamad Iqbal mendapat kesempatan menjadi pembicara di School of International Diplomacy Stratejik Düşünce Enstitüsü (SDE) atau Institute of Strategic Thinking, Ankara pada 22 Januari 2022. Lalu menyinggung jika dulunya sejumlah kesultanan Islam memiliki hubungan dengan Ottoman Empire atau Kekhalifahan Utsmaniyah.

Hal itu terjadi sebelum Republik Indonesia merdeka atau berdiri. Dalam catatan Republika, selain Kesultanan Aceh, Kesultanan Yogyakarta sebagaimana diakui Sultan Hamengkubuwono X juga memiliki relasi dengan Kekaisaran Ottoman yang berpusat di Istanbul.

Baca Juga

"Sebelum tahun 1945 belum ada Indonesia. Ada ratusan kesultanan. Pada saat itu, ini adalah kesultanan yang berhubungan langsung dengan Kekaisaran Ottoman. Ada banyak kerajaan, besar dan kecil. Semua menyerahkan kekuasaan mereka kepada republik yang baru terbentuk setelah 1945. Sekarang ada negara baru, dan terdiri dari komponen yang sangat berbeda," kata Lalu dikutip Republika dari laman resmi SDE di Jakarta, Selasa (1/2/2022).

Saat ini, menurut Lalu, ada banyak komponen di Indonesia. "Kita bersatu dalam identitas supra Indonesia. Indonesia memiliki identitas yang didasarkan pada keragaman. Kami mengatakan 'integritas adalah keragaman'. Indonesia seperti PBB. Anda dapat menemukan orang-orang dengan karakter yang berbeda," kata mantan Direktur Perlindungan WNI Kemenlu tersebut.

Lalu juga menyinggung jika Indonesia merupakan satu-satunya negara yang tidak berbicara menggunakan bahasa penjajah. Menurut dia, peninggalan bahasa Belanda di Indonesia sangat sedikit jejaknya.

"Indonesia adalah satu-satunya negara yang tidak berbicara bahasa penjajahnya. Hanya ada beberapa kata Belanda yang tersisa dalam bahasa kami, itu saja. Atau, tidak ada anak muda Indonesia yang terpesona dengan Belanda, penjajah historisnya. Dia tidak ingin pergi ke sana. Kita melihat bahwa di beberapa negara kolonial, kaum muda mengagumi penjajah mereka. Namun Indonesia tidak memilikinya," ucap Lalu.

Dia juga menjelaskan, letak geografis Indonesia yang sangat luas dan salung berbeda. Dari ujung paling timur ke titik paling barat Indonesia membutuhkan penerbangan selama tujuh jam.

"Populasi kita lebih dari 200 juta. Kami adalah negara Islam terbesar di dunia. 300 bahasa berbeda digunakan di Indonesia. Kami melihat ini sebagai kekayaan besar. Dan produk nasional bruto (GDP) di Indonesia adalah 3,5 triliun dolar AS. Indonesia adalah ekonomi terbesar ke-7 di dunia. Kami ingin meningkatkan GDP menjadi 10,1 triliun dolar. Kami bertujuan untuk menjadi negara terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2030," kata Lalu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement