Selasa 01 Feb 2022 17:39 WIB

Afrika Selatan Hapus Aturan Isolasi Pasien Covid-19 tak Bergejala

Afrika Selatan izinkan pasien Covid-19 tanpa gejala tak melakukan isolasi

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Afrika Selatan izinkan pasien Covid-19 tanpa gejala tak melakukan isolasi. Ilustrasi.
Foto: AP/Jerome Delay
Afrika Selatan izinkan pasien Covid-19 tanpa gejala tak melakukan isolasi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG - Afrika Selatan tak lagi mengharuskan orang-orang yang positif Covid-19 tak bergejala melakukan isolasi saat negara tersebut keluar dari gelombang keempat pandemi. Afrika Selatan juga telah mengurangi masa isolasi tiga hari bagi mereka yang bergejala.

Pemerintah menyampaikan hal itu melalui pernyataan pada Senin (31/1/2022). Menyusul sidang Kabinet khusus sebelumnya tentang amendemen, otoritas membuat perubahan berdasarkan lintasan pandemi dan tingkat vaksinasi di negara tersebut. Demikian menurut siaran pers yang dikeluarkan Menteri Kepresidenan Mondli Gungubele.

Baca Juga

Afrika Selatan saat ini berada di level terendah dalam status Covid-19 tahap lima. "Dasar untuk amendemen ini diinformasikan oleh proporsi orang-orang dengan imunitas Covid-19 yang meningkat secara substansial, melampaui 60-80 persen di sejumlah survei serum," tulis pernyataan itu.

"Informasi itu disatukan melalui sistem yang digunakan Departemen Kesehatan yang melaporkan bahwa Afrika Selatan secara nasional sudah terbebas dari gelombang keempat," tambahnya.

Pengidap Covid-19 bergejala kini hanya akan menjalani isolasi selama tujuh hari, bukan 10 hari. Sedangkan kontaknya tidak harus melakukan isolasi apabila mereka tidak mengalami gejala. Kabinet juga meninjau dilanjutkannya sekolah penuh waktu, memutuskan bahwa siswa SD, SMP dan sekolah khusus akan kembali bersekolah setiap hari.

Aturan menjaga jarak sosial satu meter yang diterapkan di sekolah juga dihapus, seperti yang tercantum dalam pernyataan itu. Afrika Selatan, yang mencatat lebih dari 3,6 juta infeksi dan 95.093 kematian Covid-19, menjadi negara Afrika terparah yang dihantam pandemi, baik untuk kasus maupun kematian.

Gelombang terakhir di negara tersebut didorong varian Omicron yang sangat menular. Pada Senin data dari Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) menunjukkan terdapat 1.366 kasus harian dan 71 kematian baru, yang 14 di antaranya terjadi dalam 1-2 hari terakhir.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement