REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi memperkirakan perusahaan rintisan (startup) di bidang pembiayaan online (pinjol) PT Jie Chu Technology Indonesia menyebar data pribadi korbannya dari Ruko Palladium, Pantai Indah Kapuk 2, Penjaringan, Jakarta Utara.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengungkap salah seorang korban yang merupakan debitur Jie Chu berinisial E (42) melaporkan kepada Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, setelah data pribadi dirinya sudah dimiliki serta disebar oleh perusahaan tersebut secara ilegal.
"Korban bingung dan tidak terima karena data pribadi dia bisa sampai dimiliki pihak perusahaan pinjol dan disebar ke kontak ponsel korban kemudian lapor ke polisi," kata Zulpan.
Ruko Palladium Pantai Indah Kapuk 2 disewa sebagai lokasi domisili perusahaan karena dinilai representatif untuk menunjukkan kekuatan bisnis mereka secara finansialKepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Kombes Polisi Wibowo mengatakan lokasi ruko yang bertingkat juga mendukung apabila misalnya mereka ingin mengelabui petugas.
Ini terlihat dari kondisi dan suasana lantai satu ruko yang kosong saat awal dilakukan penyelidikan. "Kegiatan sebenarnya ada di lantai 2, 3, dan 4. Begitu pun yang digerebek Tim Polda, lantai 1 kosong. Dari luar orang menganggap ini ruko tidak ada aktivitas, tapi di lantai 2, 3, dan 4 itu aktivitasnya di situ," ujar Wibowo.
Bahkan, kata dia, aktivitas di pinjol ilegal itu tetap berlangsung meskipun hari libur. Mereka bekerja dengan sistem bergilir (shift) tanpa berhenti dalam satu pekan. "Bahkan tidak ada hari libur. Jam operasinya mulai dari jam 9 pagi sampai jam 7-8 malam," kata dia.
Polisi menetapkan tiga orang tersangka serta menyita 28 ponsel dan 24 unit komputer untuk bantu reminder utang atau penagihan dari penggeledahan dua unit Ruko Palladium di PIK 2, Penjaringan, Jakarta Utara pada Rabu dan Kamis.
Satu dari tiga tersangka berstatus sebagai warga negara asing asal China berusia 38 tahun, menjabat direktur PT JC Tech dan bertanggung jawab atas segala tindakan pemberian pinjaman, jangkawaktu pinjaman, dan penagihan pinjol berbasis sistem.
Tersangka kedua berinisial S (34) berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) selaku penerjemah dari tersangka pertama untuk melakukan izin usaha dan domisili pinjol serta menjabat sebagai komisaris perusahaan.
Terakhir adalah tersangka N (22), berstatus WNI yang berperan sebagai reminder yang bertugas mengingatkan nasabah yang telat membayar tagihan.
Zulpan menerangkan, cara N menagih utang nasabahdimulai dengan cara yang wajar. Namun jika nasabah dinilai tidak kooperatif, N mulai melakukan pengancaman.
"Awal menagih pakai bahasa sopan, kemudian berubah dengan bahasa yang menakuti kepada nasabah jika tidak kooperatif dengan cara mengirim fotokopi KTP ke nomor telepon yang didapat di kontak ponsel nasabah dan kata-kata yang bersifat ancaman," lanjutnya.