REPUBLIKA.CO.ID,PARIS -- Seorang jurnalis Prancis dan seorang pengacara telah ditempatkan di bawah perlindungan polisi setelah menerima ancaman pembunuhan akibat film dokumenter kontroversial tentang radikalisasi. Nicolas de Tavernost, CEO saluran TV yang menayangkan film dokumenter itu menyampaikan informasi ini pada Jumat lalu.
Ophelie Meunier, seorang jurnalis berusia 34 tahun, dilaporkan menerima ancaman pembunuhan setelah menampilkan episode kontroversial "Zone Interdite" sebuah acara investigasi.
Amine Elbahi (26 tahun) seorang pengacara Muslim dari Roubaix yang berbicara dalam rekaman dokumenter itu juga dilaporkan diancam.
"Wartawan dan saksi yang memberikan kesaksian dalam film dokumenter itu telah didukung, pengaduan mereka telah diajukan," kata Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin.
"Saya telah memberikan sarana penting untuk menemukan mereka yang bertanggung jawab atas ancaman pembunuhan," kata Gerald dilansir dari laman English Alaraby, Rabu (2/2/2022).
Laporan atau dokumenter tersebut ditayangkan di Prancis pada 23 Januari dan berfokus pada penyebaran 'Islam radikal' di kota Roubaix, Prancis, yang berbatasan dengan Belgia. Film dokumenter tersebut langsung memicu kontroversi di Prancis.
Ini menampilkan adegan yang difilmkan di restoran yang dipisahkan berdasarkan gender dan di toko mainan yang menjual boneka tidak berwajah. Boneka tersebut wajahnya dihapus karena diduga mematuhi interpretasi ketat Islam yang melarang penggambaran fitur wajah.
Dalam beberapa hari, lusinan jurnalis dan politisi menyatakan dukungan untuk Meunier. "Ruang redaksi sepenuhnya mendukung (Meunier dan Elbahi) dan menekankan pentingnya kebebasan informasi," kata saluran TV M6.
"Di Prancis pada 2022, kebebasan berekspresi bagi jurnalis terus terancam," kata Christophe Deloire sebagai Sekretaris Jenderal Reporters Across Borders (RSF) yang berbasis di Paris kepada harian Prancis Le Figaro.
"Tingkat kekerasan dan ancaman meningkat, didorong oleh munculnya cyberbullying di media sosial," katanya.
Sementara kebebasan berekspresi dianggap sebagai hak fundamental di Prancis, para kritikus berpendapat bahwa kebebasan berekspresi sering disalahgunakan untuk mendiskriminasi etnis dan agama minoritas di negara itu.
Beberapa Muslim Prancis merasa bahwa negara mereka, dan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron, secara tidak adil menstigmatisasi praktik keagamaan mereka.
Macron telah membela merek sekularisme ketat Prancis dan penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad, yang memicu reaksi keras dari umat Islam di seluruh dunia.
Dia juga dituduh menganiaya Muslim di Prancis, karena pihak berwenang saat ini menindak LSM Muslim di bawah undang-undang 'separatisme' baru yang telah dikritik karena membatasi kebebasan sipil.