Rabu 02 Feb 2022 16:32 WIB

Konflik Meningkat di India karena Larangan Jilbab di Kampus

Kampus pra-universitas itu telah memberlakukan larangan jilbab pada Desember lalu.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Perempuan memakai jilbab (ilustrasi). Konflik Meningkat di India karena Larangan Jilbab di Kampus
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Perempuan memakai jilbab (ilustrasi). Konflik Meningkat di India karena Larangan Jilbab di Kampus

REPUBLIKA.CO.ID, KARNATAKA -- Konflik terkait hak-hak beragama semakin meningkat di India setelah sebuah perguruan tinggi di Negara Bagian Karnataka melarang sekelompok mahasiswi berhijab masuk kelas. Larangan ini terjadi setelah kebijakan baru yang menimbulkan pertikaian hukum.

Bersamaan dengan hari hijab sedunia pada Selasa (1/1/2022), enam mahasiswi memprotes di luar Government Women Pre-University College di Kota Udupi. Mereka menyebut ingin menegaskan hak-hak dasar sebagai warga negara, terutama berhijab.

Baca Juga

Kampus pra-universitas itu telah memberlakukan larangan jilbab pada Desember lalu. Pihak kampus mengatakan, itu melanggar aturan terkait larangan memakai simbol-simbol agama. Tindakan itu menyebabkan protes oleh mahasiswi yang menuntut institusi tersebut membatalkan aturan ini karena melanggar hak-hak beragama.

“[Ini] perguruan tinggi negeri tempat kami membayar pajak. Tidak perlu campur tangan. Perjuangan hukum kami tidak dapat dihancurkan dengan ancaman,” kata Aliya Asadi, salah satu mahasiswa yang memprotes larangan tersebut, dalam sebuah tweet dilansir dari The National News, Rabu (2/2/2022).

Tetapi perguruan tinggi yang dikelola pemerintah itu justru memperketat larangan tersebut sebelum Hari Jilbab Sedunia dengan melarang siswa yang mengenakan jilbab masuk kampus ketika pembelajaran tatap muka dibuka kembali setelah pelonggaran pembatasan terkait pandemi.

Seorang mahasiswa telah mendaftarkan kasus ke Pengadilan Tinggi Karnataka atas larangan tersebut. Pemohon mengklaim larangan jilbab tidak konstitusional karena hukum sekuler India menjamin hak penuh untuk menjalankan agama seseorang. Dia juga meminta pengadilan untuk melindungi hak-hak mereka yang ingin mengenakan jilbab sebagai praktik dasar keyakinan agama.

Kontroversi tersebut telah menyoroti tindakan diskriminatif yang baru-baru ini dilaporkan dilakukan terhadap minoritas agama, termasuk Kristen, di negara bagian Selatan yang diperintah oleh Partai Bharatiya Janata, nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi.

Tahun lalu, pemerintah negara bagian bahkan mengajukan RUU melarang konversi agama, yang menurut partai sayap kanan akan mengatasi teori konspirasi tidak berdasar. Teori itu mengatakan Muslim mengubah wanita Hindu menjadi Muslim melalui pernikahan. Undang-undang yang diusulkan juga datang di tengah serangkaian serangan terhadap gereja-gereja atas klaim bahwa orang-orang Kristen mengubah masyarakat dari agama Hindu. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement