REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Taliban telah melarang anggotanya menenteng senjata saat memasuki taman hiburan di Afghanistan. Mereka pun tak diperbolehkan mengenakan seragam militer saat berada di area tersebut.
“Mujahidin Imarah Islam (nama pemerintahan Taliban di Afghanistan) dilarang memasuki wilayah taman hiburan dengan membawa senjata, berseragam militer, serta (masuk) dengan kendaraan,” kata juru bicara Taliban, Rabu (2/2/2022), dikutip laman Sputnik.
Taliban berhasil menguasai kembali Afghanistan pada pertengahan Agustus tahun lalu. Kala itu, ribuan warga di sana memilih melarikan diri. Mereka takut harus menjalani kehidupan di bawah kekuasaan Taliban seperti pada 1996-2001. Kala itu tak kebebasan bagi warga, terlebih untuk kaum perempuan dan anak perempuan.
Setelah merebut kekuasaan di Afghanistan, Taliban berjanji akan menjamin hak-hak dasar perempuan di sana, terutama untuk bekerja dan memperoleh pendidikan. Namun hingga kini, hal itu belum terealisasi. Belum lama ini, Sejumlah aktivis perempuan Afghanistan mengkritik Norwegia karena telah menjadi tuan rumah pembicaraan antara Taliban dan Barat. Mereka merasa “dikhianati” oleh Oslo.
“Saya menyesal untuk negara seperti Norwegia yang mengorganisasi konferensi tingkat tinggi ini, duduk dengan teroris, dan membuat kesepakatan. Saya sangat sedih. Malu pada dunia karena menerima ini dan membuka pintu bagi Taliban,” Wahida Amiri, seorang aktivis perempuan Afghanistan yang telah secara teratur melakukan aksi protes sejak Taliban kembali berkuasa pada pertengahan Agustus tahun lalu, dikutip laman Al Araby, 24 Januari lalu
Selain Amiri, beberapa aktivis perempuan Afghanistan turut mengkritik Norwegia lewat media sosial. "Norwegia telah mengundang penjahat dan teroris yang tidak menghormati hak-hak perempuan dan hak asasi manusia (HAM)," ujar seorang aktivis perempuan Afghanistan dari Bamiyan yang meminta tak dipublikasikan identitasnya.
Menurut dia, sejak kembali berkuasa pada Agustus 2021, Taliban sama sekali belum memenuhi janjinya untuk kaum perempuan Afghanistan. “Mereka (Taliban) menentang perempuan dan kemanusiaan serta mereka tidak percaya pada kebebasan berbicara,” ucapnya.
Dua aktivis perempuan Afghanistan, yakni Tamana Zaryabi Paryani dan Parwana Ibrahimkhel, turtut ditangkap di kediaman mereka di Kabul. Penangkapan terjadi setelah mereka ikut dalam demonstrasi memprotes rezim Taliban. Taliban membantah terlibat dalam penangkapan keduanya.